Surat Cinta Pertama, Buat Siapa?
: Evi Sri Rezeki
Dear Evi, tergesa aku menulis surat ini sebelum kamu bangun dari tertidur lagi pagi ini setelah tadi kita ngobrol ngalor-ngidul. Jangan kecewa ya kalau isi surat ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Karena kali ini isinya hanya kepingan kejadian dan perbincangan saja. Namun bukan berarti aku menulis alakadarnya. Percayalah, tiap huruf di surat ini kutulis dengan hati.
Segalanya bermula dari surat pertamamu di Pos Cinta. Semuanya ditunjukkan untukku, maka secara tak tertulis, kita pun mensahkan bahwa surat pertama haruslah untuk kembaran. Ini bukan demi merawat tradisi, tapi memang atas dasar kecintaan. Seperti yang kita tahu, menulis surat cinta bukan perkara mudah. Kita selalu melibatkan rasa terdalam di tiap katanya. Karena itulah, saat menulis, kita selalu dibimbing perasaan. Untuk siapa surat itu ditulis, dikompaskan oleh hati dan pikiran yang sedang tertuju pada siapa.
Tahun ini, seperti sebelum-sebelumnya, kita selalu menyambut hangat program menulis surat cinta. Kita sebut sebagai “bulan curhat” karena hanya pada saat itulah kita bisa mengungkapkan perasaan habis-habisan dan cerita pribadi yang dipublikasikan secara terang benderang. Namun, tahun ini ada yang beda. Muncul perasaan, di awal bulan pembuka saja, kita sudah banyak mengumbar kehidupan pribadi lewat caption-caption di Instagram. Ada rasa terlalu mengeksploitasi. Orang-orang pun mungkin akan jenuh menyimak kisah kita. Ah, lebih dari itu kita takut orang menjadi jengah. Padahal sungguh pun, tak ada maksud mengeksploitasi sama sekali. Benar-benar tulus adanya. Karena itu aku tak rela jika tahun ini tak mengirimu sepucuk surat pun. Karena ini momen sangat spesial buat kita.
Bulan ini setiap hari, kita mengecek tanggal bukan untuk sekadar mengejar deadline pekerjaan, tapi melihat tinggal berapa hari lagi para KangPos bisa mengantarkan surat cinta. Makin hari terlewati, makin gelisah dibuatnya. Obrolan kita pagi ini pun bergulir apakah akan menulis surat? Ingin, tapi….. Setahun terlewati, tak mungkin tidak ada banyak peristiwa yang bisa diceritakan. Banyak, sangat malah. Seperti, kita masih selalu stres sekaligus bahagia tiap kali berjuang menyelesaikan novel yang tak kunjung menemu kata “Tamat”, atau kita masih selalu berdebat dari mana satu gagasan muncul dari diskusi panjang–darimu atau dariku, sampai rumah yang kebersihannya berbanding terbalik dengan terkejarnya deadline. Lupakan juga soal usaha kita yang belum menemu titik terang dalam menjawab pertanyaan dari tahun ke tahun, “Kapan kita merealisasikan pembuatan web series Twiries The Series?” Bahan tulisan begitu berserak tiap detiknya. Namun tema perbicanganku tadi hanya berkisar: Pada siapa surat cinta pertama dialamatkan? Jawabannya selalu jelas, surat itu untukmu. Meski isinya tak lagi menyoal babakan drama besar kehidupan kita.
Vi, beberapa hari lalu kita bertemu kawan yang membacakan karakter kita lewat zodiak. Katanya kita pribadi pengasuh. Tapi kian hari aku semakin tak melihat sosok itu dalam diriku. Lewat surat ini aku juga ingin minta maaf jika aku bertumbuh menjadi pribadi yang makin jauh dari sosok seorang ibu. Ketimbang bertambah bijak, aku makin merasa kian kanak-kanak. Kata teman baru kita itu pula, kita adalah cancer yang menyukai segala sesuatu tentang gemini. Gemini, sosok kembar. Kupikir yang dimaksud adalah obsesiku tentang kehidupan kembar kita. Dalam satu perenungan aku berpikir, aku kembar yang terus belajar menjadi kembar. Meski aku tak paham, sejatinya kembar itu seperti apa. Jadi, jangan lelah menjadi kembaranku ya. Mari terus seduh segelas kopi untuk menemani saat-saat perdebatan kita. Segelas saja, sebagai simbol kita akan terus berbagi segala, selamanya…. Vi, jangan pernah habis semangat kita untuk saling menjaga kewarasan satu sama lain. Keberadaanmu masih selalu menjadi titik tolakku menginjak bumi ketika langit serasa tak mampu menopang diri.
Duh, alarm wekerku berbunyi kencang sekali. Aku khawatir kamu terbangun, maka aku mengintip ke kamarmu. Untungnya kamu masih sibuk bergelung dengan selimut tebal, bersembunyi dari cuaca dingin Bandung. Namun, kucukupkan suratnya. Jangan sampai ini menjadi kejutan yang gagal.
Semoga surat paling pendek ini tetap menghangatkan hatimu saat membacanya, meski tak membuat matamu tergenang-genang.
***Surat-surat untuk Evi Sri Rezeki sebelumnya: Serupa Kita, 7 Hari Sebelum, Menembus Ruang Dan Waktu, Arti Kita