Kutunggu Di Kotaku Anak Marmut

lia2

Dear Lia chan si anak marmut.

Anak marmut, aku heran tiap melihat fotomu, kok bisa-bisanya sering berjemur di Bali kamu tetep putih gitu? Oke, ini bukan pembukaan surat yang bagus. Tapi aku memang tetep Emak Gajah yang selelu kepo pada hal-hal gak penting. Plis, aku jangan ditabok, dikasih cium atau bundelan buku aja XD Aku enggak akan nanya kabarmu, karena aku tahu kamu lagi pulang kampung ke Pontianak dari BBMmu kemarin 😀

Li, aku baca semua suratmu di #30HariMenulisSuratCinta meskipun enggak komentar. Bukan, bukan karena enggak ada surat buatku kok, tapi belum komen aja *ngeles* Surat yang paling berkesan tentu saja suratmu buat diri sendiri, karena dari sana aku membaca curhatmu 😀 Isinya bernuasa tegar-tegar galau gitu. Apalah serunya kalau enggak ada sedikit warna galau dalam hidup kita *apainiiii*

Li, aku senang, sedikit demi sedikit impianmu tercapai. Aku selalu ikut senang tiap kamu jalan-jalan. Penginnya sih aku ikut jalan sama kamu ke negara sebrang atau keliling Indonesia. Atau ikut nyicip makanan yang bikin ngiler di instagram kamu. Duh, itu tolong ya kalau kita ketemu tahun ini kita mesti kuliner sepuasnya *nabung* Btw, aku inget ceritamu soal kebingungan masalah kerjaan. Anak marmut, kerjain aja apa yang kamu suka, ikuti passion-mu, enggak ada kata “terlambat” buat memulai. Singkirkan persoalan usia. Sayang kalau energi kita dipakai buat memaksa diri melakukan hal yang enggak bikin kita bahagia. Itu juga salah satu cara bertanggungjawab terhadap diri sendiri.

Anak marmut, aku sendiri seperti yang kamu liat, sedang mulai serius nge-blog. Menyenangkan, karena blog ternyata mempertemukanku dengan banyak orang, petualangan seru, dan orang-orang hebat. Dan cukup menyembuhkan perasaan nelangsaku yang belum juga menulis revisi novel. Hampir tiga tahun, dan naskahku belum rampung sepenuhnya :’) Dan ngomong-ngomong drafnya belum kamu baca juga, hiks. Nanti aja bacanya pas udah kurevisi, yang entah kapan tahun itu. Aku juga masih nunggu naskah Bella-mu selesai. Sengaja ku-mention biar aku gak stres sendiri. Sahabat macam apa aku ini? XD Namun sepertinya kegelisahan perihal karya memang enggak akan pernah usai selama kita ingin mencipta. Soalnya selesai satu tulisan, lega dan bahagia sebentar, lalu muncul kegalauan baru untuk karya ke depan. Terus terang meskipun suka stres-stres, aku menikmati itu.

lia1

Li, aku lega membaca ceritamu yang enggak lagi galau soal kapan menikah. Ini bukan penghiburan, tapi aku selalu percaya kamu akan menjadi salah satu pengantin tercantik di dunia pada suatu hari nanti. Seperti katamu, saat ini di sisimu telah hadir Max, pria berbahagia pemilik hatimu. Perasaan “saling mencintai” itu sungguh berharga. Tidak semua orang memilikinya bukan. Aku suka mengintip foto-foto kalian yang kamu update di DP BBM. Senyum cerah kalian itu menggemaskan. Seperti yang kualami, kadang salah paham dan bertengkar itu pasti terjadi dalam hubungan. Heuheu dan saat itu terjadi aku suka menghubungimu buat curhat. Bahagia itu menurutku memang cukup menjadi sederhana. Namun tidak sesederhana itu untuk mempraktikannya.

Anak marmut, bagaimana kalau kita bertemu di gathering #30HariMenulisSuratCinta ? Kamu belum pernah ikut, kan? Sekalian kamu ketemu para Kang dan Ceu Pos yang mengantarkan surat-surat kita. Oh iya, sekalian aku ngasiin buku TwiRies yang belum aku kirim juga 😥  Selepas itu, kita bisa ngobrol sepuasnya, lalu kita karokean dan nonton film. Kamu aja yang pilih filmnya, soalnya kalau aku yang pilih nanti kamu mencak-mencak XD Kangen momen itu, Li. Kangen kamu :’)

Li, aku tunggu kamu di kotaku lagi. Maaf ya aku nyebelin. Sementara aku belum mengunjungimu di Pontianak apalagi di Bali, aku sudah memintamu datang lagi ke Bandung. Tapi aku tetap memegang janjiku itu kok. Beneran. Karena aku sangat ingin ke sana.

PS: Aku pede banget ya gathering-nya di Bandung, heuheu.

*big hug*

 

***Surat-surat untuk Vincentia Natalia sebelumnya: My Girl – Anak Marmut Vincentia Natalia, Di Balik “Stalker G1N4” Ada Anak Marmut, Anak Marmut Kesayangan

 

13 Tahun Lalu, Saat Kita Abu-abu

 

IMG_67202102625080

13 Tahun Lalu, Saat Kita Abu-abu

: CS29

 

Dear Wulan, Heppy, Windy, Oke, Kuah, Gia, Razi, dan Maqi.

Aku ingin menyebutkan formasi lengkap CS29 kita, 11 orang. Tapi, yah, seperti kita tahu. Sebagian dari kita sudah tumbang, tak lagi pernah berkumpul apalagi berkabar.

Apa kabar kalian? Rasanya pertanyaan itu tidak perlu, karena untungnya kita masih terhubung lewat Facebook—terima kasih, Mark Z. Minimal saat aku ingin tahu tentang kalian, aku bisa sedikit mendapatkannya dari hal-hal yang kalian share di media sosial. Selain itu, kita masing-masing masih menyimpan no ponsel, kan? Dan sebagian kadang bertukar cerita di BBM.

Kita sudah berlainan kota sekarang, Wulan di Bekasi, Oke dan Maqi di Jakarta, dan Heppy, Razi, Kuah, Gia di Bandung.

Sudah banyak hal terjadi yang kulewatkan ya. Gia, maaf banget enggak hadir di nikahan kamu. Kuah, selamat ya kelahiran bayinya ^_^

 

Hari ini aku ingin mengenang peristiwa-peristiwa yang kita lalui 13 tahun lalu, saat kita masih berseragam putih-abu, dan ketika jiwa kitapun memang abu-abu. Iya, kala itu hidup memang berada di tataran abu-abu, tidak ada yang benar dan salah. Kita yang muda dan menggebu, penuh harapan dan petualangan.

Aku ingat pertama kali ketika membaca pengumuman pembagian kelas. Kalian tahu, waktu itu aku kecewa sekali ditempatkan di kelas 2-9. Kelas bontot yang katanya dipenuhi anak gaul dan nakal. Kenapa? Karena aku merasa mungkin di kelas itu akan dikucilkan. Yah, aku merasa tidak bisa berbaur dengan anak-anak gaul. Aku lalu mencari teman ke sana-sini, siapa yang mau bertukar kelas. Untungnya tidak ada yang mau 😀 Lagipula ada Wulan di kelas 2-9 yang sabar sekali jadi teman sebangku selama tiga tahun XD

Tanpa kusangka, ternyata di sana aku bertemu kalian. Entah bagaimana awalnya, kita menjadi dekat. Padahal aku sering mati-matian menjauh karena minder. Jam-jam istirahat kita habiskan di taman belakang sekolah, memesan segelas minuman dengan sebelas sedotan. Terkadang kita main keliling kota dengan mobil Agung, menyetel lagu keras-keras dan ikut menyanyi merjerit-jerit. Kalau sedang datang rajinnya, kita berkumpul di rumah Maqi—yang kita tahbiskan sebagai basecamp—untuk belajar bersama. Kalau bosan, para cewek akan ngerumpi di ruang tengah, sedang para cowok sibuk menembaki orang dalam game. Atau makan roti kadet di dekat rumah Razi. Oh, jangan lupakan soal hari-hari bolos kita.

Persahabatan kita pun sering diguncang. Mulai dari teman-teman sekelas yang tak rela ada geng-gengan, sampai persoalan cinta. Iya, ada banyak cerita cinta di antara kita. Akupun mengalaminya. Di antara kita pernah ada saling mencintai, menyayangi, pun saling melukai. Untunglah, dari sekian cerita cinta, ada satu pasangan yang ditakdirkan Tuhan hidup bersama. Maqi dan Windy, penantian selama lebih dari sebelas tahun akhirnya berbuah indah. Sebentar lagi, keluarga kita akan kedatangan CS29 junior lagi dari mereka.

Setahun berlalu secepat kilat Zeus. Kitapun terpisah kelas. Kemudian tiba juga hari paling memilukan buatku: perpisahan.

Hari itu termasuk hari yang paling kubenci dalam putaran waktu. Karena setelah itu, kita dipisahkan. Kalau ada satu penyesalan di masa lalu. Itu adalah hari kelulusan. Karena hari itu, aku membiarkan baju seragamku bersih tanpa coretan. Tanpa membiarkan tangan-tangan kalian menorehkan kenangan.

Kemudian kita melanjutkan hidup masing-masing.

Awalnya kita masih berhubungan, berbagi kisah lewat suara dan kata. Kadang-kadang kita hang out bersama. Namun lama kelamaan segalanya berubah. Entah sejak kapan, kita mulai enggan membagi cerita. Kemudian, seolah kita tidak lagi memiliki waktu, meski hanya waktu sisa untuk sebuah pertemuan singkat.

Setelahnya, detik berlalu seperti derasnya titik hujan dalam badai.

Kita pun saling melupakan.

Keberadaan yang tergantikan.

Sebagian dari kita berubah menjadi sosok dalam kenangan.

Dan yang paling membuatku sedih, seringkali kalian melewati hari-hari berat tanpa kutahu. Seperti saat Mama Windy meninggal, atau ketika Wulan dan Heppy mengalami masalah keluarga. Akupun sama tertutup, saat tragedi datang padaku, tak satupun di antara kalian yang kuberi tahu.

Namun aku tahu, kita selalu ikut merasa berbangga untuk setiap prestasi kita. Dan menyisipkan doa-doa untuk kebahagiaan kita.

Pernah aku berjanji, ingin mengabadikan kisah kita dalam novel. Novel itu sudah selesai kutulis pada tahun 2008, sayangnya tidak ada penerbit yang mau menerbitkannya. Nanti akan kucoba tulis lagi. Tapi kalau mungkin aku tidak bisa menepati janji itu, nama kalian selalu kusebut dalam buku-bukuku, dan akan selalu begitu. Terlepas dari apakah kalian membacanya atau tidak XD

Teman-teman, terima kasih telah membuat masa remajaku menjadi masa paling indah. Semoga persahabatan kita selamanya. Aku ingin kita seperti dulu, berbagi kisah tanpa sekat. Dekat meski dipisahkan jarak.

Kalau bisa kembali ke masa lalu, aku ingin sekali lagi … melewati masa SMA bersama kalian.

 

NB: Foto satu-satunya, dan kita keliatan culun banget.