[Blog Tour] Review + Giveaway Buku ‘Personal Branding: Sukses Karier di Era Milenial’ Karya Dewi Haroen

Saya jarang membaca buku nonfiksi kecuali untuk kebutuhan riset penulisan novel. Seringnya baru membaca ketika memang butuh dalam pengembangan karier, atau sedang dalam satu fase kehidupan yang memerlukan ‘guide‘ dari buku. Saat ini saya sedang menulis novel tentang dunia media sosial, dan memang profesi saya sebagai penulis dan bloger kesehariannya tidak jauh dari dunia maya. Maka ketika buku ini mendatangi saya, saya seperti diberi jalan untuk belajar dari buku dan pengalaman penulisnya untuk perkembangan karier sekaligus memenuhi kebutuhan riset penulisan.

Data Buku

Judul : Personal Branding: Sukses Karier di Era Milenial

Penulis : Dewi haroen

Penerbit : DH Media

Tebal : 228 Halaman

ISBN : 9766025157400

Blurb :

Sukses karier bukan rumus matematika sederhana. Di dunia nyata, seseorang hard & good worker belum tentu kariernya gemilang. Terjadi “dinamika antara citra dan realita” yang berdampak terhadap kesuksesan dan kegagalan karier seseorang. Juga dalam kehidupan. Orang baik belum tentu dipersepsikan sebagai orang baik, orang kompeten belum tentu dikenal sebagai orang kompeten. Demikian sebaliknya, dimana persepsi seringkali tak sama dengan realita. Sehingga performance yang bagus saja belum cukup.

Dalam konteks persaingan karier, hanya orang-orang yang mampu menampilkan persepsi diri secara kreatif dan menarik yang sanggup meraih sukses dan keberhasilan. Khususnya di era milenial dimana berbagai informasi menyebar secara cepat dan instan. Anda harus mengontrolnya supaya selalu positif. Namun mayoritas profesional ‘zaman now’ tak menyadari.

Untuk itu Anda perlu personal branding agar terlihat dan terpilih di antara sekian banyak kandidat. Agar meraih sukses di karier dan kehidupan. Bagaimana cara yang benar membangun personal brand, semuanya akan dibahas tuntas di buku ini. Jadi, apa pun profesi dan latar belakang Anda, pastikan Anda membaca buku ini!

Review

Beberapa tahun ini saya tertarik dengan pembahasan personal branding. Ternyata karier apa pun itu tidak terlepas dari personal branding. Apalagi saya menekuni karier yang erat kaitannya dengan media sosial, dimana saya mesti sering-sering tampil. Sejak dulu saya merasa ketika mencitrakan diri di publik, baik itu secara online maupun offline, menjadi pribadi lain dari diri itu akan sangat melelahkan. Dari pengalaman, saya lebih memilih memperlihatkan sebagian hal saja ketimbang memaksakan diri jadi orang lain. Selain capek, sulit juga menjaga konsistensinya. Ternyata itu memang sejalan dengan prinsip personal brand. Seperti yang tertulis dalam buku ini:

Personal brand yang asli (otentik) merefleksikan karakter, kompetensi, dan kekuatan diri Anda yang sesungguhnya. –Halaman 17

Buku ini membahas serba-serbi mengenai personal branding dari hal-hal mendasar, seperti pengertian dari Ibu Dewi sendiri maupun dari para pakar. Dijelaskan bahwa ‘personal brand‘ adalah merek atau diri yang dimiliki seseorang, sedangkan personal branding merupakan strategi komunikasi yang dilakukan seseorang untuk membangun merek tersebut.

Personal Brand adalah diri kita sendiri, siapa diri kita dan hal spesial apa yang kita kerjakan. Merepresentasikan nilai yang kita yakini, kepribadian kita, keahlian kita dan kualitas yang membuat kita unik di antara yang lain. –Halaman 6

Mungkin ada yang mengira-ngira tidak merasa memiliki merek, sehingga tidak memerlukan strategi personal branding ini. Padahal semua yang memiliki nama pastilah memiliki merek, dalam kasus seseorang, merek adalah nama yang melekat padanya. Sehingga pada hakikatnya ternyata setiap orang perlu membangun personal branding. Penulis menerangkan apa keuntungan memiliki personal branding dan apa kerugian apabila kita tidak memilikinya.

Pembahasan buku ini disampaikan dengan lugas dan bahasanya mudah dicerna. Sehingga menurut saya, orang yang awalnya awam mengenai personal branding pun akan mengerti dan paham. Apalagi disertai oleh ilustrasi-ilustrasi menarik yang mendukung sehingga visual bukunya membuat mata dapat terus tertarik membuka lembar demi lembar berikutnya. Juga terdapat penekanan pada hal-hal yang sangat penting seperti tulisan yang diberi ukuran, font, dan tipografi berbeda yang dimaksudkan agar memudahkan pembaca merekam pesan yang ingin disampaikan penulis. Terus terang saja, saking banyaknya hal penting dalam buku ini, saya sampai kesulitan menandainya ^^

Personal branding adalah strategi untuk membentuk persepsi orang tentang diri Anda. Meski demikian, personal brand yang dibentuk haruslah bersumber dari bukti-bukti yang otentik, nyata dan asli. –Halaman 17

Buku ini dapat menjadi guide untuk membangun personal brand dengan tujuan menciptakan respons emosional dari orang lain terhadap identitas diri kita pribadi sebagai seseorang yang memiliki kualitas dan nilai. Banyak alasan tentunya mengapa kita atau merek kita ingin dilihat dan ‘dipilih’ orang lain. Beberapa di antaranya eksistensi, untuk bertahan hidup, dan mencari penghidupan. Bicara personal brand menurut saya bicara tentang bagaimana agar ‘terlihat’.

Memang dari milyaran orang di dunia, setiap orang berbeda. Memiliki keunikan dan kekhasan sendiri. Seharusnya menguarkan warna sendiri. Kerlip yang tak sama semestinya membuat setiap orang mudah ditemukan. Nyatanya… betapa banyak hal yang mesti dilakukan untuk ‘terlihat’ dari gempuran perbedaan itu. Tetap butuh effort untuk menunjukkan diri. Menyalakan sinar yang lebih terang untuk dapat terlihat.
Lalu apa yang mesti dilakukan untuk terlihat? Menjadi diri sendiri yang otentik tapi terus mau berkembang.

Pertanyaannya kemudian, harus mulai dari mana? Ibu Dewi menjelaskan ada 3 tahapan untuk memulai, yaitu: pemahaman diri, pengembangan konten, dan promosi diri. Ternyata tahap awalnya adalah mengenali diri sendiri dulu. Namun seringkali kita tak dapat menjawab secara tuntas pertanyaan mendasar, ‘Seperti apa kita ini?’ Pada tahapan ini kita harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dapat menjelaskan diri kita, yaitu, ‘Siapa Anda? Apa yang Anda kerjakan? Dan apa yang membuat Anda berbeda?’ Untuk menemukan diri yang otentik tersebut, kita dapat intropeksi diri, meminta pendapat orang lain, mengikuti tes assesmen psikologi, dan lewat analisis SWOT. Dari hasil analisis itulah kita dapat merumuskan kekuatan dan kekurangan kita yang nantinya bermuara pada apa-apa saja kekhasan yang harus ditonjolkan.

Seperti judulnya yang menyinggung mengenai sukses berkarier di era milenial yang erat kaitannya dengan dunia digital, buku ini menjelaskan tentang membangun personal branding dari jejak online maupun aktivitas offline yang sama pentingnya. Tools atau perlengkapan tempur apa saja yang diperlukan dan dipersiapkan untuk strategi online maupun offline. Berisi juga tips apa-apa yang baik dilakukan dan tidak boleh diperbuat. Setiap tahapan dijelaskan secara terperinci sehingga step by step-nya mudah dipraktikkan.

Adapun kekurang buku ini adalah terdapat banyak saltik, meskipun tidak mengganggu pesan yang disampaikan. Saya berharap ada buku lanjutannya yang membahas studi-studi kasus yang lebih mendalam.

Saya rekomendasikan buku ini bagi siapa saja yang ingin membangun personal branding dari hal mendasar.

Rating 3,5 dari 5 bintang.

Giveaway Time!

Mau buku Personal Branding? Ikutan giveaway-nya yuk. Caranya:

1. Follow akun IG @dewiharoen dan @perpustakaaneva

2. Sebar info giveaway ini dengan tagar #PersonalBranding dan mention saya. Boleh di insta story atau twitter. Untuk Twitter silakan mention saya di @evasrirahayu

3. Peserta harus memiliki alamat pengiriman di Indonesia.

4. Jawab pertanyaan saya di kolom komentar dengan menyertakan akun IG atau twitter kamu.

Kamu pengin dikenal sebagai apa?

5. Giveaway ini berlangsung dari tanggal 12-17 Juni 2018. Satu pemenang akan mendapat buku Personal Branding. Pengumuman pemenang pada tanggal 18 Juni 2018 jam delapan malam di akun Twitter dan IG saya.
Ditunggu partisipasinya ^_^

[Review] Novel Caramellove Recipe: Warna-warni Teen Cooking Competition

Ketika acara Master Chef Indonesia baru digelar, saya pernah punya impian untuk menulis novel bertema kompetisi memasak. Sayangnya naskah itu tak pernah mengalami kemajuan dari sinopsis saja. Makanya saya penasaran sekali ketika Lia Nurida menulis novel bertema kompetisi memasak. Saya sudah penasaran garis keras pada novel ini sejak  nyicip bab-bab awal di web Gramedia Writing Project dulu dan langsung jatuh cinta. Waktu itu saya mikir, bakalan juara nih… ternyata beneran juara! Novel ‘Caramellove Recipe’ berhasil menyabet  juara harapan 1 di lomba GWP3 tahun 2017 lalu.
Saya jadi penasaran, naskahnya bakal berubah sejauh apa nih setelah mengalami penggodogan proses revisi dan lainnya. Tapi saya yakin bakalan makin yummy.

Seperti biasa, saya ngepoin proses penulisan novel yang diulas di blog ini. Ini dia hasil obrolannya.

Berkenalan dengan Lia Nurida

Lia Nurida, lahir di Jombang – Jawa Timur, 1 Oktober. Lulusan Universitas Brawijaya – Malang yang kini menetap di Ciputat, Tangerang, Selatan.
Pengagum musik McFly dan Greenday. Pecinta kopi dan bubur ayam. Penggemar serial drama korea genre crime and thriller.
Menulis adalah caranya untuk bersenang-senang, membaca adalah caranya untuk berbahagia, travelling adalah caranya untuk menikmati hidup, dan nonton film adalah caranya untuk menghabiskan waktu senggang.
Caramellove Recipe adalah novel ketiganya setelah Pemetik Air Mata (2014) dan Let Me Love, Let Me Fall (2013).
Sosoknya bisa dikenal lebih jauh melalui akun IG @lianurida

Mengenal Lebih Jauh Lia Nurida di Sesi Wawancara

1. Saya: Ceritakan dari mana ide menulis novel ini?

Lia: Saya penggemar berat acara Masterchef US dan nggak pernah ketinggalan satu episode pun di tiap season-nya. Sebenarnya keinginan untuk membuat cerita berdasarkan acara tersebut udah ada sejak lama, tapi belum ada ide yang spesifik. Sampai akhirnya, pas saya lagi nonton episode 11 di season 5, di acara tersebut para peserta diminta untuk membuat makanan Italia bernama Caramelle, yaitu salah satu jenis pasta yang bentuknya menyerupai permen. Nah dari nama pasta itulah muncul ide ini. Kok lucu gitu kayaknya kalo bisa jadi cerita.

2. Saya: Ceritakan kejadian mengesankan saat menulis novel ini.

Lia: Kejadian mengesankan sewaktu menulis novel ini, hmm apa ya. Mungkin karena deadline-nya yang mepet banget setelah pengumuman pertama, kurang lebih 3 mingguan, jadi yaaa agak pontang panting gitu nyelesaiin naskahnya. Karena saya nggak mempersiapkan riset apa pun sebelumnya. Karena dari 400-an peserta benar-benar nggak nyangka bisa masuk ke 90 besar. Jadi selama 3 minggu itu saya mendadak jadi wanita super gitu. Kuat nggak tidur, kuat nggak makan, kuat duduk lama, demi bisa selesaiin naskah ini tepat waktu, di tengah-tengah kesibukan saya lainnya.

3. Saya: Novel ini menang lomba GWP Batch 3 kan ya… Ceritakan dong gimana ‘keseruan hati’ waktu pengumumannya.

Lia: Sempet bengong, waktu MC nyebutin judul novel saya ini sebagai pemenang harapan 1. Nggak ada sama sekali bayangan bakal menang juara berapa pun. Karena sewaktu menyelesaikan naskah dan datang ke expert class waktu itu, tujuan saya cuma ingin ketemu sama teman-teman sesama penulis, ketemu editor-editor GPU dan mentor-mentor yang famous-famous itu. Jadi ya, sewaktu diumumkan saya menjadi salah satu pemenang, sempat bengong beberapa detik karena nggak nyangka.

4. Saya: Ceritakan riset untuk kompetisi dan pengumpulan resep dalam novel ini. Apakah resep-resepnya benar-benar sudah dipraktikkan Lia?

Lia: Risetnya kebanyakan dari youtube. Mulai dari atmosfer kompetisi, resep-resepnya dan cara memasaknya. Kalau resep yang ada di dalam novel ini, sejujurnya belum ada yang pernah saya praktikkan sendiri memasaknya. Kecuali omelette dan telur mata sapi, ada tuh di bab berapa ya, lupa. Hehe. Karena semua yang serba mepet itu. Jadi resep-resepnya murni dari riset. Tapi ada beberapa resep yang udah pernah saya cicipin makanannya, kayak samgyetang, macaron, chocolate trifle, jadi sudah ada bayangan untuk menggambarkan rasanya ketika menuliskannya ke dalam naskah.

5. Saya: Ada koki yang jadi inspirasi buat tokoh-tokoh dalam novel ini? Kalau ada, siapa dan mengapa?

Lia: Untuk karakter-karakter utamanya, Karmel, Sadam, dan Satria, saya ciptakan nggak berdasarkan chef mana pun. Benar-benar murni saya ciptakan sebagai tiga remaja berbakat di bidang masak dengan sifat yang kayak remaja pada umumnya. Tapi untuk tokoh Chef Martin, ini sebenarnya saya terinspirasi dari penggabungan tiga chef pembawa acara Masterchef US. Terciptalah sosok Chef Martin yang ganteng dan berkharisma seperti Gordon Ramsey, tegasnya seperti Joe Bastianich, tapi juga ramah dan lucu seperti Graham Elliot.

DATA BUKU

Judul: Caramellove Recipe
Penulis: Lia Nurida
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 240 Halaman
Terbit: Februari 2018

Blurb:

Gawat!

Satria kena tifus. Cowok itu pingsan tepat di akhir babak penyisihan awal Teen Cooking Competition. Padahal tiga hari lagi, Karmel dan Satria harus mengikuti babak dua puluh besar. Mau tidak mau sesorang harus menggantikan posisi Satria. Miss Anne mengusulkan satu nama.
Sadam. Cowok tajir belagu anak pemilik restoran Luigi’s itu yang dipilih Miss Anne. Cowok yang mati-matian Karmel hindari sejak tragedi daun bawang pada awal masuk SMA Putra Bangsa. Cowok menyebalkan yang sialnya adalah seseorang yang Karmel taksir sejak SMP!

Meski berat, Karmel tak punya pilihan lain. Ia harus tetap berjuang di Teen Cooking Competition bersama Sadam yang arogan. Di sisi lain Karmel juga harus memikirkan persahabatannya dengan Satria yang mulai merenggang. Nggak mungkin kan Satria cemburu karena Karmel dan Sadam yang mulai dekat?

ULASAN BUKU

Mari kita mulai dari bahas cover dulu. Kover bikinan ‘sukutangan’ buat novel para pemenang GWP3 termasuk Carramellove Recipe ini punya karakter dan ciri khas kuat. Konsepnya unik, seger, dan berasa beda. Sekali liat, langsung tahu kalau itu novel pemenang GWP tahun 2017. Kover novel memiliki dominan warna hijau. Hiasan elemen masakannya juga pas, enggak keramean dan enggak terlalu sedikit. Menarik 😆

Konsep pembagian babnya juga unik karena memakai istilah dunia kuliner. Prolog disebut ‘Appetizer‘ lalu bab isi disebut ‘Main Course‘. Layout-nya manis deh. Suka!
Setiap bab dibuka dengan quote tentang kehidupan yang memakai analogi makanan.
Sehingga konsepnya secara keseluruhan terasa solid.

Prolog novel ini cukup nendang. Pilihan Lia untuk membuka cerita dengan kejadian di kompetisi membuat pembaca langsung terikat dan penasaran untuk membuka lembar berikutnya. Cara Lia bercerita terasa ringan dan berhasil membawakan suasana. Ketika membaca prolog, saya merasakan atmosfer kompetisi yang menegangkan.

Novel ini diceritakan lewat POV 3 ‘diaan’, sehingga pembaca dapat mengikuti perasaan tokohnya tetapi juga dapat menangkap keadaan secara keseluruhan. Novel ini memakai bahasa yang ringan, mengalir, dan renyah. Cocok buat pembaca remaja. Apalagi pembagian babnya pendek dan pas. Ketebalan novelnya juga sedang, sehingga tahu-tahu udah selesai aja bacanya.

Kemudian tentang tokoh-tokohnya. 3 tokoh utamanya Karmel, Satria dan Sadam punya karakteristik yang menonjol. Saya suka bagaimana penulis menjelaskan ciri fisik pelan-pelan. Berbagai detail tentang tokoh-tokohnya disebar di beberapa bab.
Sifat-sifat tokoh-tokohnya dapat ditangkap melaui gaya berdialog mereka, dan bagaimana mereka menyikapi konflik. Ketiganya punya karakter khas anak SMA dan tipe-tipenya mudah ditemui di sekitar kita, sehingga gampang related dengan pembaca remaja maupun dewasa.
Sejauh ini saya menyukai Karmel dan Satria. Ngeship mereka, hohoho….
Tokoh-tokoh tambahannya sendiri cukup menyenangkan. Kehadiran tokoh yang cukup banyak terasa bukan sekadar tempelan, tapi memang menggulirkan cerita. Termasuk para kontestan lain. Lia berhasil memilah tokoh mana yang mesti ditonjolkan melihat dari kisah yang melibatkan banyak orang alias kolosal. Namanya juga cerita tentang kompetisi yang cukup panjang.

Penulis juga berhasil menjelaskan berbagai makanan dengan kadar detail yang pas. Sehingga membuat pembaca dapat membayangkan bentuk dan rasa makanannya. Sungguh ini cobaan buat saya dan mungkin pembaca lainnya. Bikin lapeeeer! Penulis memberi pengetahuan mengenai makanan dan beberapa istilah mengenai dunia kuliner. Dengan cara penyampaiannya yang tepat, pembaca tahu-tahu saja menambah stok pengetahuan. Tidak banyak, tapi cukup.
Ada sedikit resep dan cara memasaknya. Bisa dipraktikkan sepertinya. Saya sampai bertanya-tanya, jangan-jangan penulisnya beneran jago masak. Oh iya, jangan membayangkan resepnya dikemukakan seperti dalam buku resep ya. Karena resep disisipkan dalam cerita secara natural. Jadi kalau berminat mempraktikkan, mesti ditulis ulang sendiri dalam bentuk resep praktis.

Novel ini menyajikan beberapa konflik. Kompetisi masak, cinta, persahabatan,  dan keluarga. Semuanya teramu dengan baik, tentunya dengan menonjolkan 1-2 konflik utama. Konfliknya disampaikan ringan saja, enggak bakal bikin pembaca mengerutkan kening. Saya kira, itu merupakan salah satu kekuatannya. Novel ini memberi efek segar dan camilan enak bagi pembacanya, seperti sedang makan roti bakar dan es krim. Saya paling suka tiap kali masuk ke bagian kompetisi. Menyenangkan sekali mengikuti sepak terjang Karmel dan Sadam dalam lomba. Menyimak juri Chef Martin menilai dan ikut deg-degan dengan hasilnya. Saya sudah dapat menduga hasilnya, tapi kekuatannya bukan pada hasil, tapi proses kompetisinya.

Caramellove Recipe menyuguhkan open ending. Bisa dibilang cerita sudah selesai sempurna, tapi sangat terbuka untuk sekuel. Bahkan bisa banget dibikin trilogi. Saya yakin masih banyak konflik yang bisa dikemukakan dan diangkat di sekuelnya.
Karena belum ada konflik persaingan sengit antar peserta kompetisi

Secara keseluruhan, novel ini seperti makanan ringan yang enak. Cocok dibaca untuk menaikan mood karena ceria.
4 dari 5 potong kue, eh, bintang untuk Caramellove Recipe.

[Review] Novel Dharitri: Fantasi yang Kental Lokalitas

 

Beberapa tahun ini saya menyadari kecenderungan genre favorit saya ternyata genre fantasi. Saya suka berselancar di Goodreads membaca-baca ulasannya kemudian memasukan buku-buku tersebut ke dalam wish list. Salah satunya novel Dharitri. Ternyata semesta benar-benar menjodohkan saya dengan novel ini. Yeaaay! Satu hari, saya berkesempatan menjadi salah satu host book tour novelnya.

Saat pertama kali mem-posting foto buku Dharitri, seorang teman menulis komentar bahwa novel ini berasal dari Wattpad. Terus terang saya baru tahu. Saya jadi penasaran bagaimana proses penulisan novelnya, maka saya mewawancari penulisnya: Nellaneva. Yuk, ikuti obrolan kami ^^

Berkenalan dengan Nellaneva

Nellaneva adalah peracau yang terlalu sering berkhayal dan menulis untuk melegakan diri. Dalam kesehariannya, dia mendalami bidang Mikrobiologi dan sedang melanjutkan pendidikan di Osaka, Jepang. Pada waktu senggangnya, dia bergegas mengabadikan imajinasi dalam kata-kata sebelum waktunya di Bumi habis. Nellaneva mulai aktif di dunia kepenulisan sejak tahun 2015. Novelnya yang sudah diterbitkan adalah Dharitri dengan genre fantasi (Histeria, 2017). Karya-karyanya yang berupa puisi, cerpen, dan novel diarsipkan pada situs kepenulisan Wattpad atas nama Nellaneva.

Selain Wattpad, Nellaneva juga dapat dihubungi melalui:
Line: @oja6804t
Instagram dan Twitter: nellaneva94
Email: nellaneva94@gmail.com

Mengenal Lebih Jauh Nellaneva di Sesi Wawancara

Ehm… ehm… ini sesi wawancaranya cukup panjang karena saking penasarannya, saya banyak nanya XD

1. Dapat dari manakah ide menulis kisah Dharitri?

Nella: Seperti cerita-cerita saya yang lain, ide Dharitri datang secara mendadak ketika saya sedang melamun di kamar sebelum tidur. Saat itu, saya membayangkan konsep dunia baru di masa depan. Berdasarkan novel-novel fantasi atau fiksi ilmiah yang sudah beredar selama ini, latar distopia nan futuristik—dengan iringan teknologi canggih—hampir selalu digunakan sebagai latarnya. Saya pun terpikir untuk menciptakan sesuatu yang berbeda: latar utopia berbau tradisional, meskipun jenis dunia demikian pada akhirnya tidak benar-benar saya terapkan dalam Dharitri. Selain itu, minat saya terhadap bahasa Sanskerta mendorong saya untuk menerapkan latar dan tokoh-tokoh yang berhubungan dengan Nusantara. Untuk ide Hibrida sendiri, itu murni dikarenakan kecintaan saya terhadap hewan-hewan eksotis terutama naga.

2. Ceritakan proses penulisan Dharitri yang berkesan. Mulai dari riset sampai draf terakhir.

Nella: Sebenarnya ide tentang Dharitri sudah lahir sejak akhir tahun 2014, tetapi proses penulisannya baru bisa terlaksana pada pertengahan tahun 2016. Namun, karena beragam kesibukan dan kemampuan saya saat itu belum cukup untuk menyusun novel, saya pendam dulu ide tersebut. Tidak benar-benar saya tinggalkan, tetapi hanya menuliskannya sebagai premis terbengkalai di dalam laptop seperti ide-ide cerita saya yang lain. Mulai tahun 2015, menjelang lulus kuliah, akhirnya saya tergoda merampungkan novel di sela-sela mengerjakan skripsi. Setelah novel pertama saya, Tujuh Kelana, rampung pada awal tahun 2016, saya pun terdorong untuk ‘menggodok’ ide Dharitri sebagai novel berikutnya. Proses penulisan Dharitri terhitung sangat singkat, hanya satu setengah bulan saja (awal Juni- pertengahan Juli 2016). Saat itu, saya baru lulus kuliah dan masih mencari-cari pekerjaan. Sambil menanti panggilan tes seleksi dan wawancara kerja, saya manfaatkan waktu luang dengan menulis novel.

Selebihnya, dari premis pertama yang berupa paragraf-paragraf sederhana, saya kembangkan outline bersamaan dengan penulisan Dharitri itu sendiri. Worldbuilding, konflik, dan tokoh-tokohnya bermunculan seiring saya menambahkan bab-bab baru. Alhasil, beberapa poin premis pun melenceng dari ide awal tetapi untungnya terarah jadi lebih baik. Sebagai penulis pemula, saya jadikan ini sebagai pembelajaran agar mempersiapkan plot cerita dengan lebih matang sebelum memulai eksekusi. Selama riset, saya tidak menemukan kendala berarti, tetapi ini pun menjadi evaluasi bagi saya supaya lebih banyak mencantumkan detail-detail ilmiah dalam deskripsi cerita.

Sejak awal tahun 2016, saya juga aktif menulis di situs kepenulisan Wattpad. Draf pertama Dharitri saya publikasikan di sana dan mendapat banyak masukan dari para beta readers. Mulai dari awal Juni hingga pertengahan Juli 2016, saya senang sekali tiap kali mempublikasikan bab terbaru Dharitri di Wattpad. Antusiasme pembaca—yang tertampilkan dalam komentar-komentar—menjadi motivasi terbesar saya untuk menulis Dharitri sampai tamat dalam waktu singkat. Yang paling mengejutkan adalah sewaktu Dharitri memenangkan penghargaan Wattys Award 2016 kategori Pilihan Staf. Saya tidak menyangka sesuatu yang saya mulai sebagai iseng-iseng bisa membuahkan hasil seperti ini.

3. Mengapa menulis genre fantasi?

Nella: Sejak kecil, saya cinta mati dengan genre fantasi. Koleksi novel yang saya miliki didominasi oleh genre tersebut. Dengan membaca kisah fantasi, saya merasa bisa melarikan diri dari kejenuhan realita dan pada dasarnya saya memang seorang pengkhayal. Setelah dibuat tergugah oleh banyak cerita fantasi, saya pun terdorong untuk menciptakan cerita karangan saya sendiri. Meskipun baru serius menulis sejak tahun 2015, sesekali saya menulis secara iseng sejak duduk di bangku sekolah. Selama itu pula, genre yang paling sering saya tulis adalah fantasi. Dengan menulis fantasi, saya bisa menumpahkan imajinasi saya menjadi kata-kata dan menyebarkannya ke sesama peminat fantasi lain. Menurut saya itu adalah salah satu sensasi terbaik sebab fantasi adalah pelarian saya dari dunia nyata :’)

4. Kesulitan atau tantangan apa yang dialami ketika menulis Dharitri?

Nella: Tantangan terbesar bagi saya adalah mengundang pembaca. Karena peminat fantasi tidak sebanyak romance/metropop/teen fiction, saya harus menyuguhkan sesuatu yang menarik sekaligus nyaman dibaca. Persaingan juga amat terasa sebab kini cukup banyak penulis fantasi yang bermunculan dalam platform digital seperti Wattpad, Storial, dan lain sebagainya. Saya sadari terkadang gaya bahasa saya masih terlalu baku dan kaku, sehingga saya siasati dengan sedikit bermain diksi dalam penulisan Dharitri. Taktik lain yang saya gunakan adalah penempatan twist yang sedemikian rupa supaya bisa memberikan kejutan bagi pembaca. Namun, secara keseluruhan, saya sikapi proses penulisan cerita dengan santai sebab tujuan saya menulis adalah sebagai relaksasi dan melegakan diri.

5. Nella punya harapan apa pada novel Dharitri?

Nella: Saya tidak berani terlalu berekspektasi, hehe, tetapi saya harap Dharitri bisa menjadi salah satu novel fantasi karya penulis lokal yang patut diperhitungkan. Saya juga berharap Dharitri bisa menginspirasi para penulis Indonesia lain bahwa cerita fantasi tidak harus berlatar luar negeri melulu. Kita juga punya bahan kebudayaan lokal yang berpotensi dikemas menjadi cerita keren, loh!

6. Respon paling unik atau berkesan apa yang didapat dari pembaca Dharitri?

Nella: Bagi saya, semua respons yang masuk dari para pembaca Dharitri sangatlah berkesan dan berguna bagi perkembangan saya ke depannya. Setiap kali saya bolak-balik baca ulasan Dharitri di Goodreads dan Instagram, baik itu berupa kritik pedas sekalipun, semangat saya selalu terpompa kembali. Bahkan saya sampai gatal ingin merevisi Dharitri lagi kalau bisa, hahaha. Respons yang paling unik barangkali adalah kesukaan pembaca terhadap Lal, salah satu Hibrida di Dharitri. Seperti mereka, saya selalu membayangkan punya naga sendiri dan senang mengetahui keinginan mereka serupa dengan saya. Akhir kata, berkat semua respons tersebut, pengalaman menulis Dharitri ini tentu saja menjadi salah satu kenangan paling berharga bagi hidup saya.

DATA BUKU

Judul: Dharitri

Penulis: Nellaneva

Penerbit: Anak Hebat Buku

Cetakan: 1, 2017

ISBN: 9786025469220

Blurb:

Pada tahun 2279, seratus lima puluh tahun setelah Perang Dunia III meletus, sisa umat manusia dikumpulkan dalam naungan Dunia Baru berbasis Persatuan Unit. Dunia baru tersebut diyakini sebagai dunia yang lebih baik bagi umat manusia di Bumi. Pernyataan itu rupanya tidak berlaku bagi Ranala Kalindra.

Ranala yang berusaha kabur dari Persatuan Unit mengalami kecelakaan hingga terdampar di sebuah negeri asing bernama Dharitri dan bertemu dengan makhluk hibrida yang diberi nama Lal. Ranala merasa menemukan rumah baru, yang membuatnya harus menyembunyikan identitas sebagai penduduk Persatuan Unit. Ranala mengubah namanya menjadi Aran, lalu bergabung dengan Adhyasta Hibrida, pasukan elit Bala Karta yang menangani makhluk Hibrida.

Namun, ada seseorang yang mengetahui identitas asli Aran. Seseorang yang selalu mengawasi Aran dan menunggu saat yang tepat untuk menyingkirkannya.

ULASAN BUKU

Terus terang saya tertarik baca Dharitri karena membaca ulasannya di Goodreads.
Novel fantasi lokal yang menyentuh hati pembaca. Kedua, blurb novelnya yang memikat. Ternyata ini fantasi dystopia. Perpaduan ini sangat cukup membuat saya yakin ‘harus’ baca.
Ketiga, cover-nya menariiiik 😍😍😍
Mengingatkan saya pada cover novel fantasi luar negeri.
Kemudian saya melahap prolognya. Dharitri memiliki tipe prolog yang memicu penasaran sehingga membuat pembaca  betah melaju ke bab selanjutnya.

Ini novel distopia. Menceritakan masa depan di ratusan tahun mendatang.
Saya selalu terpukau oleh imajinasi penulis yang bisa membayangkan seperti apa dunia di masa yang jauh. Apalagi lengkap dengan tatanan pemerintah dan sosialnya.
Pasti butuh kerja keras sekali untuk menuliskannya.

Novel ini memakai gaya bahasa baku.
Di bab-bab awal saya merasa seperti tata bahasa buku terjemahan, tapi kemudian berubah ketika Ranala datang ke Dharitri.Menurut saya pas mengikuti cerita, gayanya menyesuaikan dengan di mana latar tempat cerita.
Jalinan kalimatnya enak diikuti dan memiliki kosakata yang kaya. Namun saya menemukan beberapa kalimat yang terasa kurang pas. Novel Dharitri menggunakan sudut pandang orang ketiga sehingga leluasa menggambarkan banyak hal tanpa dibatasi ketidaktahuan tokoh bila menggunakan POV 1. Penulis pintar mendeskripsikan detail tokoh dan tempat hingga pembaca bisa membayangkannya dengan jelas di kepala.

Seperti narasi berikut:


Lima tanduk yang mencuat di sekeliling kepala makhluk itu mengindikasikan bahwa dia jelas bukan reptil biasa. Tinggi tubuhnya mencapai gajah dewasa, panjangnya kira-kira empat setengah meter belum termasuk ekor panjang berduri yang menjulur di belakang tubuhnya.

Memang sebagai novel fantasi dengan 2 latar tempat besar berbeda, penjabaran world building-nya harus detail. Penulis berhasil melakukan itu.
Bagi pencinta narasi seperti saya, membaca buku ini seperti sedang dimanjakan. Pembaca disuguhi berlembar-lembar narasi yang kerap kali bahkan tak menyelipkan dialog sama sekali. Saya juga mengapresiasi editornya, karena editan novel ini rapi, sedikit sekali typo 😎

Hal paling menarik dari novel Dharitri adalah fantasi yang mengandung kelokalan yang kental.
Pertama, judulnya saja diambil dari Sansekerta.
Dharitri ini seperti jelmaan Indonesia sekarang. Sistem pemerintahan daerah yang awalnya monarki menjadi republik.
Kedua, nama-nama tokoh, dan lainnya pun kental lokalitasnya.
Seperti pemilihan nama Sambas, Kapuas, Cakra, dan Adhyasta.
Ketiga, lokasi Dharitri sendiri memang di Indonesia.
Menarik sekali ketika penulis membagi bahasa yang digunakan di dunia baru menjadi 3 bahasa. Salah satunya Indonesia.
Nellaneva tampaknya piawai mengulik geografi 😆

Karakter tokoh-tokoh novel Dharitri ini banyak yang unik. Terutama para hibrida alias  binatang artifisial yang merupakan hasil buatan teknologi mutakhir pada masa Perang Dunia III. Imajinasi penulisnya keren! Bisa menciptakan modifikasi-modifikasi berbagai binatang. Pembaca diajak membayangkan binatang hasil persilangan beserta kemampuannya lewat deskripsi detail.

Misalnya penjelasan tentang karakteristik salah satu hibrida bernama Ishara:

Rubah kambing. Habitat: lembah bukit dan pegunungan. Jenis karnivora. Leluhur pertama: modifikasi in vitro, persilangan rubah:kambing dengan rasio berkisar 8:3. Kekuatan: serangan fisik dan penciuman tajam. (Halaman 112).

Lalu tokoh-tokoh Dharitri ini kuat dan kebanyakan di antaranya memiliki kekhasan. Jadi meskipun tokohnya banyak, pembaca tidak akan tertukar-tukar.
Sedihnya, saya kurang menyukai tokoh utamanya Ranala alias Aran 😭
Sedang tokoh lainnya buat saya cukup lovable.
Saya paling suka tokoh Cakra dan Dylan. 😍 Dylan ini kutu buku.

Konflik sudah disuguhkan dari awal, sejak prolog. Pembaca dibuat penasaran dengan keputusan atau pikiran si tokoh utama.
Bab-bab setelahnya misteri dan konflik ditebar beriringan pelan-pelan. Saya tidak merasakan adanya letupan-letupan yang langsung besar. Tapi konflik disampaikan dengan grafik yang kian meningkat. Menuju akhir banyak kejutan diberikan penulis.
Kisah cinta di dalamnya memberi bumbu manis yang menyenangkan 😍
Adegan laganya bagus. Deskripsi pertarungannya jelas dan cukup menegangkan.  Percayalah, menulis adegan pertempuran bukan perkara gampang. Butuh deskripsi yang tepat agar adegan itu tersampaikan dan menimbulkan efek ketegangan. Kalau ada kekurangan, bagi saya hanya pengembangan konfliknya yang terasa agak lambat sampai setengahnya. Padahal konflik sudah disuguhkan dari prolog.
Untungnya grafik konfliknya makin naik, dan pada akhirnya pembaca disuguhkan kejutan-kejutan menarik 😍

Rating 3,5 dari 5 bintang. Saya rekomendasikan novel ini bagi pencinta novel fantasi.

Sebagai penutup, saya ingin membagi quotes favorit saya:

Jadilah sepertiku, menyukai buku-buku. Mereka tidak akan menyakiti.

 

[Blog Tour] Review + Giveaway Buku Dear, Ayah dan Bunda: Diary Pertumbuhan Buah Hati Usia 0-5 Tahun

Kehadiran anak merupakan fase perubahan signifikan dalam kehidupan pasangan. Anak merupakan pribadi lain yang mengubah berbagai rutinitas dan pola pikir pasangan menjadi pola pikir dan peran lain dalam kehidupan yaitu peran sebagai ‘orang tua’. Butuh adaptasi bagi ketiganya dalam menjalani kehidupan. Setiap fase perkembangan anak bukan hanya merupakan hal baru baginya tetapi juga penemuan baru bagi orang tuanya. Anak memiliki karakter dan perasaannya sendiri, karena itu orang tua mesti belajar memahaminya.

Buku ‘Dear, Ayah dan Bunda’ ini bisa menjadi referensi bagi orang tua untuk mencoba memahami dan menyelami cara pandang anak.

Berkenalan dengan Yenita Anggraini

Yenita Anggraini merupakan ibu dari seorang putra. Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran tahun 2009. Setelah berkarier selama empat tahun di bidang kesehatan dan pelayanan, kini penulis bekerja di sebuah instansi pemerintahan daerah. Selain itu ia aktif menulis cerpen, artikel kepenulisan, cerita anak, serta kisah inspiratif yang dimuat di media cetak maupun online, seperti NOVA, Lampung Post, dan basabasi.co.

Hubungi penulis lewat surel: yenitaanggrainianggi@gmail.com

Mengenal Lebih Jauh Yenita Anggraini di Sesi Wawancara

Penasaran enggak sih kayak apa sih penulis ini orangnya? Sampai gimana cerita di balik penulisan buku ‘Dear, Ayah dan Bunda’ ini… Saya udah ngasih list pertanyaan ke penulis yang saya panggil dengan sebutan akrab ‘Tante Anggi’ ini. Berikut wawancaranya:

1. Apa motivasi Tante Anggi menulis buku ini?
Motivasi saya menulis buku Dear, Ayah dan Bunda ini sebenarnya sederhana sekali. Saya mau setiap orangtua bisa lebih berpikir dan bersikap positif dalam mengamati dunia buah hati yang penuh kejutan, perubahan perilaku, dan juga loncatan-loncatan perasaan. Perasaan positif itu akan menghadirkan rasa nyaman dan bahagia di dalam diri Ayah dan Bunda. Dan saya yakin, hadiah paling besar bagi buah hati adalah orangtua yang selalu berbahagia atas kehadiran mereka.
2. Mengapa di awal bab selalu dibuka dengan cerita dari sudut pandang anak?
Buku ini memang memiliki konsep yang berbeda dengan buku-buku lain. Di buku ini setiap awal bab selalu dibuka dengan cerita dari sudut pandang anak. Ini menarik, karena dengan mencoba bicara dari sudut pandang anak, Ayah dan Bunda perlahan-lahan diantarkan menuju sebuah pemahaman tentang apa yang buah hati rasakan dan apa yang harus Ayah dan Bunda lakukan. Belajar memahami semua itu tentu akan meminimalisir kekeliruan-kekeliruan tidak perlu yang mungkin saja Ayah dan Bunda lakukan melalui rangkaian perkataan, tindakan, dan stumulasi untuk buah hati.
3. Apa kesulitan menulis buku ini?
Kesulitan menulis buku ini tentu  mencoba menafsirkan apa yang buah hati rasakan sehingga bisa menjadi penggalan-penggalan surat yang seolah-olah berasal dari suara hati buah hati. Bagaimana caranya menafsirkan suara janin yang masih di dalam kandungan misalnya? Hehehe…Tapi, yang menjadi inti dari penggalan-penggalan surat itu bukanlah itu benar-benar merupakan suara hati buah hati, tapi bagaimana saya mengubah sudut pandang orangtua yang terkadang berpikir tentang dirinya, keluhannya, rasa sakitnya, letihnya, menjadi hal-hal yang positif. Misalnya : Keluhan-keluhan saat kehamilan tentu menyebalkan, tapi dengan Bunda berpikir bahwa ini adalah cara tubuh untuk mempersiapkan diri menjadi tempat terbaik bagi buah hati selama 9 bulan ke depan, semoga itu menjadi tidak terlalu menyebalkan lagi.
4. Sebagai orang tua, fase apa yang paling sulit ketika mendidik anak?
Sebagai orangtua, setiap fase memiliki kesulitannya tersendiri dalam mendidik anak. Tapi fase saat anak masih belum bisa berkomunikasi selain dengan tangis adalah fase yg membutuhkan kesabaran cukup besar. Membedakan tangisan anak juga butuh waktu yang tidak bisa saya sambi-sambi dengan hal lain. Ada waktunya dia menangis karena lapar, gendongan yang tidak nyaman , suhu yang tidak pas, tempat yang terlalu berisik, dan bahkan ada waktunya dia menangis hanya karena ingin menangis. Ini biasanya kesimpulan yang saya buat saat saya tidak bisa menafsirkan tangisnya.
5. Ceritakan proses menulis buku ini.
Proses penulisan buku ini kurang lebih dua sampai tiga bulan. Saya membagi fasenya menjadi 5 periode di mana tiap fasenya adalah perkembangan anak sejak ia masih di dalam kandungan hingga usianya 5 tahun. Kebetulan saya terbiasa mencatat setiap fase perkembangan buah hati mulai dari kemampuan motorik, kemampuan bicara dan juga perubahan-perubahan perilakunya. Saya juga sering mendokumentasikan pertanyaan-pertanyaan yang biasa ia lontarkan sejak ia mulai banyak bertanya dalam #celotehzahir di instagram. Catatan-catatan itu banyak membantu saya dalam proses penulisan buku ini selain tentu saja buku-buku parenting yang saya baca, seminar-seminar parenting yang saya hadiri, termasuk juga nasehat, masukan, cerita-cerita dari keluarga dan teman-teman saya.

DATA BUKU

Judul: Dear, Ayah dan Bunda

Penulis: Yenita Anggraini

Penyunting: Ayuniverse

Penerbit: Diva Press

Cetakan: Pertama, Desember 2017

Halaman: 256 Halaman

ISBN: 9786023914838

Blurb:

Dear, Ayah Bunda

Hari ini aku kesal sekali. Aku tahu kita akan pergi ke rumah nenek. Bunda sudah mengatakan itu sejak kemarin, tapi aku tadi sedang bermain, lalu Bunda tanpa bilang apa-apa langsung membereskan mainanku. Bunda harusnya bilang dulu kepadaku bahwa kita akan berangkat.

Seorang anak, meskipun masih kecil, ia tetaplah manusia yang memiliki perasaan. Dengan dalih melakukan yang tebaik–menurut orang tua, terkadang Ayah Bunda justru mengabaikan perasaannya. Padahal perasaan diabaikan akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya ke depan.

Nah, buku ini hadir untuk menemani Ayah Bunda mendampingi tumbuh kembang buah hati sejak ia masih dalam kandungan hingga usia lima tahun. Setiap bagian dibuka oleh narasi dengan sudut pandang anak, sehingga Ayah Bunda seolah diajak membaca curahan hati si kecil.

Berkomunikasi dengan bayi, menghadapi anak tantrum, mengajarinya berbagi, saat anak mengadu, dan lain-lain, dibahas di buku ini. Dengan perspektif baru, Ayah Bunda akan lebih peka terhadap apa yang dirasakan oleh buah hati.

Selamat membaca!

REVIEW BUKU

Awalnya saya mengira bakalan butuh waktu lama untuk menghabiskan buku nonfiksi ini. Maklum, buku jenis nonfiksi bukan tipe bacaan favorit saya. Nyatanya, saya betaaaah sekali membacanya bahkan sampai rela bergadang.

Saya tipe pembaca yang membaca seluruh bagian buku, termasuk kata pengantar. Surprise, pengantar penulis ternyata jadi salah satu part favorit saya. Terus terang, pengantarnya touchy :’) Di luar bahwa saya mengenal sosok Yenita, setelah membaca pengatarnya saya merasa penulis adalah seseorang yang dengan tangan terbuka ingin menjadi sahabat pembaca yang tulus.

Cover buku ‘Dear, Ayah dan Bunda’ ini berwarna-warni dengan ornamen gambar-gambar yang mencirikan isinya. Cover-nya cukup menarik perhatian ^^ Blurb bukunya mencerminkan isinya, jadi pembaca enggak akan misleading.

Dari yang saya tangkap, buku ini berisi tentang proses belajar memahami anak bahkan sejak buah hati masih dalam kandungan. Isinya detail sekali dari mulai periode kehamilan sampai usia anak 5 tahun. Setiap bab dibuka dengan dari sudut pandang anak yang menceritakan perasaannya. Pembaca diajak menyelami dulu respon anak pada setiap fase hidupnya. Seringkali tulisan POV anak berupa diary itu menyentuh saya.

Dear, Ayah Bunda

Maafkan aku ya, jika beberapa minggu ke depan atau malah selama kehamilan akan menjadi hari yang berat untukmu.

–Halaman 14.

 

Disampaikan dengan kata-kata yang mudah dimengerti dan renyah, buku ini dilengkapi tips-tips yang sangat bermanfaat. Misalnya tips asupan makanan untuk masa kehamilan, bagaimana cara mengelola stres, posisi menyusi yang nyaman bagi anak dan ibu, dan masih banyak lagi.

Pembaca ‘Dear, Ayah dan Bunda’ dibekali banyak pengetahuan biologis sampai psikologis. Misalnya mengenai perubahan tubuh di masa kehamilan, perubahan hormon ibu, manfaat inisiasi menyusui dini, makanan pendamping ASI, cara menstimulasi perkembangan anak, sampai bagaimana menjalin kedekatan antara orang tua dan anak.  Jangan khawatir mati kebosanan saat mebacanya, karena pengetahuan itu ditebar sedikit-sedikit sesuai fase tumbuh kembang anak. Pembaca tidak dijejali berbagai informasi sekaligus. Lagipula tata bahasa penulis yang seakan menjadi ‘sahabat’ pembaca membuat buku ini justru sangat menyenangkan dibaca.

Buku ini memberi saya kesan betapa menyenangkannya menjadi orang tua dengan segala dinamikanya. Bahwa segala tantangan bisa diselesaikan dan dilalui bersama. Benar-benar diajak menjadi orang tua bahagia, bukan pasangan yang terpaksa menjadi orang tua. Penyampaiannya jauh dari kesan menggurui. Penulis begitu mengerti psikologis pembacanya. Saya seperti sedang melakukan konsultasi privat dengan seseorang yang sangat ‘memahami’ keadaan saya. Saya dan anak seperti sedang mencurahkan perasaan tanpa harus berkata apa-apa. Sampai-sampai beberapa kali meneteskan air mata membacanya. Saya jatuh cinta pada cara penulis memaparkan materinya.

Buku ini bukan hanya saya rekomendasikan bagi pasangan yang bersiap menjadi orang tua atau pasangan yang telah memiliki anak usia 0-5 tahun, tapi bagi semua orang tua. Nyata, meski anak saya telah berusia 8 tahun lebih, buku ini tetap sangat related buat saya. Bahkan memberi motivasi untuk terus berusaha menjadi orang tua yang baik.

Rating 5 dari 5 bintang.

Giveaway Time

Ada satu buku ‘Dear, Ayah dan Bunda’ untuk pemenang beruntung. Cara ikutannya gampang kok:

1. Like Fanpage Diva Press

2. Follow akun Instagram @penerbitdivapress dan @eva.srirahayu

3. Bagikan info giveaway ini dengan tagar #DearAyahBunda di Insta story-mu dengan  mention akun saya dan Diva Press

4. Pastikan alamatmu di Indonesia.

5. Jawab pertanyaan saya di kolom komentar dengan menyertakan akun Instagram kamu.

Kamu kepengin jadi orang tua seperti apa?

6. Jawaban ditunggu sampai tanggal 31 Desember 2017.

7. Pemenang diumumkan tanggal 1 Januari 2018.

Ditunggu partisipasinya ^^

[Review] Novel Islah Cinta: Mencari Hakikat Cinta di India

Ada tiga kesulitan menulis novel bernuansa Islami menurut saya. Pertama, membutuhkan riset yang matang. Karena berhubungan dengan agama, tidak boleh ada satu kandungan atau ajaran yang melenceng dari agama Islam. Kedua, bagaimana meramu pesan moral tanpa penyampaian yang menggurui. Ketiga, membuat karakter yang manusiawi namun tetap mencerminkan perilaku ke-Islamannya atau minimal tidak mencemarkan agama. Buat saya ketiga hal itu merupakan kunci penulisan novel Islami. Maka ketika saya mendapat novel Islah Cinta, saya penasaran dan menduga-duga, akan seperti apakah tulisan Mbak Dini Fitria ini.

Saya mengenal Mbak Dini Fitria sebagai presenter acara Jazirah Islam beberapa tahun lalu, dan penulis novel seri Scapa Per Amore. Namun baru kali ini saya berkesempatan membaca karyanya.

Penulis Islah Cinta: Mbak Dini Fitria (sumber gambar google)

DATA BUKU

Judul: Islah Cinta

Penulis: Dini Fitria

Penerbit: Falcon Publishing

Tebal: 307 Halaman

Cetakan: I, 2017

ULASAN ISLAH CINTA

Novel Islah Cinta menceritakan tentang Diva, seorang presenter acara Oase Ramadhan. Diva dengan rekannya, Jay, bertugas meliput Islam di India. Tujuan liputan tersebut adalah untuk mengangkat Islam yang rahmatan lil alamin yaitu Islam yang penuh cinta, membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh semesta. Berbagai masalah muncul sejak Diva sampai ke India. Salah satu yang menohoknya adalah penggantian guide akibat tour guide lama mendapat musibah. Bencana pula bagi Diva, karena penggantinya adalah sang mantan yang menorehkan luka dalam di hatinya. Sementara Diva tengah dekat dengan Maher yang ditemuinya di liputan sebelumnya di negara lain. Apakah Diva mendapat bahan liputan yang memberinya pencerahan? Apakah Diva mendapat jawaban hakikat cinta di India? Lalu ke mana hati Diva dilabuhkan?

Pertemuan yang tak pernah kuharapkan itu telah membuat kacau pikiran dan perasaanku. Bagaimana bisa aku menemukan kaidah Islam yang penuh cinta di tengah kebencian yang makin menyeruak dengan munculnya wajah dan luka lama? –Halaman 11

Cerita dibuka dengan cuplikan berita mengenai teror bom yang dilakukan teroris. Menyentil tentang isu Islam sebagai agama yang dituduh penebar teror. Saya seperti menemukan triger mengapa acara Oase Ramadhan yang dipresenteri Diva mengambil topik Islam sebagai agama rahmatan lil alamin. Maju ke bab pertama, konflik baru muncul dengan kehadiran Andrean, mantan Diva yang telah menikah. Di sini, Mbak Dini sudah langsung memancing emosi pembaca. Lika-liku masa lalu Diva dan Andrea memang menjadi konflik yang mengaduk-aduk perasaan, pembaca turut larut ke dalam dinamika hati Diva. Seolah dibawa mengalir ke air terjun yang deras, kemudian mengambang di sungai, lalu merasakan pasang surut ombak di lautan.

Aku ingat semuanya seolah baru saja kualami kemarin. Rasanya seperti memasuki sebuah tabula waktu yang membawaku ke angkasa, lalu menjatuhkan tubuhku begitu saja ke tanah kemudian membusuk seiring musim.  –Halaman 26

Sebagian besar latar tempat di Islah Cinta adalah India. Merupakan salah satu bagian terbaik dari novel ini. Islah Cinta bukan termasuk novel bertema jalan-jalan kemudian menemukan cinta dalam perantuan. Lebih dari itu, latar tempat diangkat sangat menyatu dengan cerita dan memiliki alasan fundamental. Pemilihan India sama sekali tak mubazir atau sekadar gaya-gayaan mengangkat latar luar negeri. Apalagi dieksplorasi dengan baik. Pembaca diajak mengenal jejak-jejak sejarah Islam di India, hingga perkembangan Islam saat ini. Mbak Dini dapat dengan baik mendeskripsikan tempat hingga pembaca dapat melihat jelas dalam benaknya. Simak deskripsi berikut ini:

Dari lantai atas minaret di sisi sebelah kiri pintu timur ini aku bisa melihat ke arah dua sisi, ke arah depan mimbar yang berhadapan lurus dengan tempatku berdiri, juga ke arah luar masjid. Aku bisa melihat dengan jelas pemandangan kawasan jama masjid di sela-sela lilitan kabel-kabel listrik yang berselang seling tak beraturan. Jalanan begitu padat, tidak hanya dipenuhi kendaraan tetapi juga gerombolan manusia yang menyemut hampir di semua sudut jalan. Kedai-kedai dengan beraneka rupa barang pun berserakan menawarkan kebutuhan sandang pangan. –Halaman 47

Banyak pengetahuan mengenai kebudayaan India yang bisa diambil dari Islah cinta. Mbak Fitria menceritakan kulturnya, makanan khasnya, karakter penduduknya, sampai kebudayaannya. Termasuk ke dalamnya bagaimana perilaku umat yang gandrung melakukan ziarah ke makam. Menariknya, meskipun banyak menggunakan sempalan bahasa asing dan mengenalkan istilah-istilah asing, pembaca tak akan menemukan catatan kaki. Semua hal berbau asing itu dijelaskan dalam narasi dan dialog. Satu teknik yang sulit diterapkan. Mbak Dini sukses menggunakan teknik ini.

Musik itu namanya qawwali, musik sufi muslim tradisional yang berakar dari Persia dan populer di Asia Selatan. Tujuannya tak jauh beda dengan whirling dervishes, tarian Turki, yang berupaya berhubungan langsung dengan illahi dan mencapai ekstase spiritual. –Halaman 16

Misalnya bahwa India yang memiliki keberagaman suku, agama, dan budaya dapat lebur dalam satu bingkai ‘toleransi’. Bagi saya yang jarang menonton film dan membaca buku India juga hanya tahu Taj Mahal, banyak informasi yang bisa saya dapat dari novel ini.

India memberiku sebuah perspektif yang berbeda dalam memandang sebuah perbedaan. Negeri hindustan yang mayoritas warganya Hindu ini tidaklah memproklamirkan dirinya sebagai negara Hindu. Bahkan memberi tempat untuk agama lain tinggal dan beribadah sesuai dengan kepercayaan mereka. Di sinilah aku merasakan bagaimana sebuah toleransi itu bukan sekadar label yang diagung-agungkan, tetapi ruh yang dihidupkan di dalam setiap hati manusianya. –Halaman 204

Saya terkesan membaca sejarah Islam di India dalam novel ini. Teknik penyampaian informasinya pun tidak bertumpuk dan membuat pusing. Informasi dibagi-bagi dari beberapa sumber. Tour guide, saat liputan, hingga orang-orang yang ditemui Diva selama perjalanan. Sebagian dinarasikan, sebagian dalam dialog, dengan pembagian yang proporsional. Tampak bahwa Mbak Dini telah melakukan riset yang matang. Kalau melihat latar belakang Mbak Dini sebagai presenter acara Islam, saya yakin pengetahuan yang dibagi dalam novel ini juga hasil riset turun ke lapangan.

Cinta dan agama adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Islam adalah agama yang lahir dari zat yang penuh cinta untuk disebarkan ke seluruh penjuru dunia, karena Tuhan menciptakan manusia tidak hanya dari satu jenis dan suku saja. –Halaman 78

Tokoh sentral dalam Islah Cinta ada empat orang, yaitu Diva, Andrean, Jay, dan Maher. Keempatnya digambarkan dengan manusiawi. Memiliki kekurangan yang cukup banyak, tapi tetap berhasil mendapat simpati pembaca. Misalnya Diva yang mudah terpancing emosi dan bisa melakukan kesalahan besar, sifat itu tak lantas membuat saya sebal padanya. Tapi justru maklum dan related. Meskipun saya tak memiliki tokoh favorit. Diva pun diperlihatkan sebagai perempuan mandiri, terbukti dengan cara kerjanya yang profesional sebagai seorang presenter. Mbak Dini luwes menjelaskan suka duka presenter yang bertugas liputan di luar negeri. Secara tidak langsung, Mbak Dini sedang membagi pengalaman pribadinya sebagai presenter. Kemudian, pemilihan karakter saingan cinta Diva yang digambarkan hampir sempurna justru menambah empati saya. Senang rasanya kembali menemukan novel yang tidak memasang antagonis dengan sifat buruk. Justru ketika saingan protagonis ini sepadan, konflik cinta menjadi gereget. Perang batin tokoh utamanya menjadi hidup.

Masa muda itu tidak pernah bisa diulang jadi gunakan untuk benar-benar mencari cinta sejatimu yang nanti bisa kau banggakan dan kenang hingga tua. –Halaman 149

Novel ini menggunakan tata bahasa yang renyah. Mudah dicerna, namun kaya kosakata, dan memiliki diksi indah. Kalimat-kalimat puitis ditebar dalam porsi yang pas. Banyak kalimat yang quotable juga. Seperti petikan-petikan berikut ini:

Jika kekuatan cinta sudah menyentuh kalbu, semua manusia akan berubah menjadi pujangga. –Halaman 185

 

Cinta adalah udara yang terus berembus meski kau tak pernah memilikinya. –Halaman 150

 

Manusia tidak akan bisa bahagia tanpa adanya cinta. Cinta itu ibarat garam. Cinta itu ibarat bintang. Cinta itu juga yang akan selalu meremajakan hasrat, setua apa pun kita nanti. –Halaman 230

 

Dalam cinta tidak cukup hanya hasrat tapi juga pengorbanan dan rasa maaf. Tugas cinta itu adalah memberi dan membahagiakan tanpa perlu berharap dengan hitungan yang sama. –Halaman 292-293

Islah Cinta kaya akan konflik. Banyak topik diangkat tanpa tumpang tindih. Tentu sorotan utamanya adalah kehidupan umat Islam di India yang mayoritasnya beragama Hindu lewat pencarian hakikat cinta Diva. Jangan membayangkan isu-isu dan ajaran Islam dijejalkan ke benak pembaca dengan cara menggurui. Penyampaian pesan Islah Cinta begitu halus. Pembaca diajak bertualang dalam benak Diva yang penuh pertanyaan-pertanyaan. Di mana jawabannya selalu tak disimpulkan begitu saja, tetapi mengajak pembaca ikut menyusun konklusinya sesuai dengan proses pikir masing-masing. Begitu pula dengan hakikat cinta yang dicari Diva. Islah Cinta menanamkan perspektif tanpa melabeli bahwa persepktifnya paling benar.

Jika kita sudah memahami rasa cinta terhadap Tuhan kita tidak akan kesusahan menyayangi sesama. –Halaman 78

Selesai membaca novel ini, saya puas, karena tiga kesulitan menulis novel Islami dapat dilewati oleh Mbak Dini.  4 Bintang untuk buku ini. Saya rekomendasikan novel Islah Cinta bagi kamu yang ingin mengetahui seperti apakah wajah Islam di India.

If you can survive in India, you can survive in any part of the world. –Halaman 167

[Blog Tour] Review + Giveaway Novel Beat Of The Second Chance: Read And Feel The Beat

picsart_11-02-03-45-35

Cover novel Beat Of The Second Chance (diambil di studio mini artisticinside)

Bicara tentang kesempatan, kadang kala ada yang tak percaya bahwa kesempatan kedua benar-benar bisa datang dalam kehidupan. Seperti judulnya, Beat of the Second Chance membahas tentang kesempatan kedua, bukan serupa keajaiban, tetapi diraih secara sadar. Novel ini bukan menjual mimpi kosong, tapi dikemas dengan mengkombinasikannya realitas.

Seperti biasa dalam postingan blog tour, sebelum membahas novel dari pembacaan saya, kita kenalan dulu dengan penulisnya.

Siapa Zachira Indah?

img-20160416-wa0034

Zachira Indah mengaku sebagai perempuan introvert kelahiran Tegal yang sangat cuek dengan banyak hal. Tapi seriusannya, bagi orang yang sudah mengenalnya, Zachira ini punya karakter yang pedulian, ramah, dan enggak keberatan berbagi ilmu. Ibu dari dua malaikat unyu, penggila Game of Throne dan pecinta makanan manis yang selalu gagal diet. Sedikit terobsesi dengan minuman cokelat panas.

Ini list novelnya yang sudah terbit, Diamond Sky In Edinburgh (Diva Press), Kimi no Hitomi ni Hikari (Grasindo), The Wedding Storm (Grasindo), Dearest (Grasindo), Homeless (Grasindo), Beat of Second Chance (Grasindo).

Zachira bisa dihubungi melalui akun twitter @zachira, IG @zachira.indah dan email zachira.indah@gmail.com. Sekadar kenalan atau curhat akan ditanggapi dengan senang hati.

Sesi Kepoin Zachira Indah

1. Novel Beat of the Second Chance berlatar musik yang kuat, bagaimana riset Zachira untuk menghidupkan musik di novel ini? Apa memang secara pribadi Zachira memang pernah terjun di dunia musik?

Secara pengalaman, saya memang pernah bersentuhan dengan alat musik drum, sejak SMP hingga kuliah. Karenanya selain alasan personal, menurut saya memainkan drum itu menyenangkan. Begitu pula dengan menuliskannya sebagai sebuah novel.

Bedanya, saya dulu belajar drum hanya otodidak dan nggak menerima teori-teori bahkan nggak bisa baca not drum. Baru saat riset saya pelajari sedikit-sedikit, karena kemudahan akses informasi, membaca not balok (drum khususnya) bukan hal yang rumit. Thanks to youtube, majalah musik, dan situs online drummer lesson, membuat saya sangat enjoy menggabungkan pengalaman pribadi dan riset ke dalam sebuah tulisan. Oh ya, saya bahkan sampai menyewa studio sendiri untuk benar-benar merasakan atmosfer duduk di belakang drumset dan mengayunkan stik drum. Selain untuk nostalgia, juga untuk kepentingan riset di mana saya mencoba bermacam variasi drum fills. Hehe… Seru pokoknya.

2. Kenapa memilih membahas drum?

Karena drum itu menyenangkan. Preferensi musik yang saya sukai memang dekat dengan genre musik rock, alternatif, pop rock, slow rock, hip metal dan segala hal yang berbau gebukan drum yang atraktif. Secara otomatis, dari alat musik dan genre itu sendiri sudah mengesankan dekat dengan kehidupan anak muda khususnya generasi modern musik. Jadi temanya pun otomatis menyesuaikan.

Selain itu, ini untuk membedakan tema dan tone cerita dari novel saya sebelumnya. Kebetulan di novel Diamond Sky in Edinburgh saya mengambil setting musik klasik pula dengan piano dan celo sebagai instrumennya. Singkatnya, untuk memberikan variasi pada pembaca. Alasan lain, karena saya sendiri pun jarang menemukan novel bertema tentang drum sebagai alat musik.

3. Ceritakan pengalaman luar biasa di dunia menulis.

Pertanyaan berat nih… Hehe karena saat ini saya masih merasa nggak tenar-tenar amat di kalangan pembaca. Dari dulu penyakit kronis saya ada di rasa minder dan kurang pede yang kadang suka kumat dikombinasikan dengan sifat introvert bawaan. Tapi ada satu wadah yang lumayan ‘menyelamatkan’ penyakit kronis itu biar ga jadi parah-parah bingit gitu.

Saya bergabung dalam komunitas kampus fiksi dan mendapatkan apresiasi pada satu cerpen lama di dalam acara kampus fiksi itu (yang menjadi cikal bakal novel Diamond Sky in Edinburgh). Mungkin ini kedengaran biasa, tapi Pak Edi yang menjadi CEO penerbit yang membentuk wadah kampus fiksi itu–yang hari itu bertindak sebagai pembedah–memberikan apresiasi yang tinggi untuk cerita yang waktu itu saya anggap biasa-biasa saja. Saya terharu, dan merasa diri sendiri yang saat itu semangat nulisnya lagi tiarap karena kesibukan kerja mendadak punya rasa percaya diri. Dan dari sanalah semua berawal akhirnya saya konsisten terus menulis.

Ditambah pula,  sejak itu saya jadi pede ikut lomba, thanks untuk komunitas KF yang juga jadi kompor penyemangat hingga sekarang. Ditambah tahun kemarin dan beberapa waktu lalu saya menjadi pemenang kedua di satu lomba penulisan novel berhadiah trip ke Korea dan menjadi pemenang kedua juga di lomba penulisan novel Young Adult. Hanya pemenang kedua tapi itu sesuatu banget untuk penulis minderan kayak saya….

Beuuuh, total banget ya risetnya, sampai nyewa studio segala 😀

img_20161101_154338
Data Buku

Judul : Beat of the Second Chance
Penulis : Zachira Indah
Penyunting : Cicilia Prima
Penerbit : Grasindo
Cetakan : Pertama, September 2016
Halaman : vi + 250 hlm
ISBN : 978-602-375-6896

Blurb:

Galang, mantan drummer Three Notes sebuah band terkenal terpaksa berhenti dari dunia musik karena kehilangan satu kakinya dalam kecelakaan. Dunianya kini adalah pertaruhan untuk survive dalam hidup dan pekerjaan yang tidak mengizinkannya, memiliki kesempatan karena statusnya kini adalah ‘orang cacat’.

Di satu sisi, Nessa dokter muda yang di ambang kesuksesan karena mewarisi rumah sakit keluarga di Melbourne mulai ragu dengan keputusannya. Pertemuannya dengan Galang membangkitkan mimpi lama tentang menjadi drummer saat dirinya masih mengidolakan laki-laki itu.

Dulu, mereka tidak percaya lagi pada mimpi.
Dulu mereka menyerah dengan keadaan.
Tapi sebuah pertemuan memercikkan harapan keduanya untuk membalikkan keadaan.
Yang mereka butuhkan hanya kesempatan.
Sebuah kesempatan kedua.

 Review Buku
Novel berjudul seksi “Beat of the Second Chance” merupakan novel music series terbitan Grasindo, menceritakan tentang Nessa yang punya kebiasaan meninggalkan semua hobinya sebelum melewati waktu tiga bulan. Sebagai kutu loncat, dia selalu menemukan ketertarikan pada banyak hal. Termasuk pada drum. Awalnya karena dia bertemu dengan Galang si drummer beken yang memberi Nessa stik sebagai hadiah. Sayangnya, tekadnya untuk bisa bermain drum ikut hancur saat Galang mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kakinya diamputasi. Selang dua tahun mereka bertemu lagi. Akankah Nessa menerima sosok Galang yang berubah total?
“Rim, lo tahu kan role model gue belajar main drum itu Galang sendiri? Gimana bisa dia terus jadi role model gue kalau ternyata sekarang dia udah nggak berhubungan dengan drum lagi karena kakinya diamputasi?” –Halaman 26
Karakter Nessa ini mengingatkan saya pada diri sendiri yang persis seperti Nessa. Saya pernah kepengin bisa nge-dance, pengin jadi penyiar radio, bahkan sampai kepengin juga bisa jadi drummer perempuan. Jadinya membaca novel ini saya serasa diajak bernostalgia pada masa SMA di mana saya pernah minta diajari main drum oleh sahabat saya. Waktu itu saya pun menyewa studio khusus buat belajar, tapi baru dua kali saja saya sudah menyerah karena ternyata menjadi drummer itu susah. Saya belajar nge-dance cuman satu kali pertemuan, dan hanya bertahan sebulan saja jadi penyiar radio XD
Let me guess. Kamu pasti masih SMA.”
Tanpa diduga, seorang pria yang tengah duduk di kursi bar di sampingku mengajak bicara. Aku sempat menengok kanan kiri, memastikan bahwa “anak SMA” yang dimaksudnya adalah aku. Sesaat aku berpikir, apa ini jenis rayuan terbaru yang sedang populer? –Halaman 39
Saya dan Nessa tentu saja dua pribadi yang berbeda, karena kalau saya punya alasan se-shalow itu untuk berhenti menekuni satu bidang, Nessa punya satu trauma yang membuatnya tanpa sadar jadi kutu loncat. Dan itu merupakan twist yang bikin saya tercengang. Rapi sekali Zachira menutupinya hingga tiba saat membuka di akhir tanpa menjadikannya twist yang maksa.
Aku tetap berjalan dan tidak memedulikan dua orang yang kuanggap hina karena telah memakai kata ‘cacat’ sebagai atribut untuk menghina orang lain. –Halaman 43
Penceritaan novel ini terbagi menjadi dua suara. POV Nessa dan sudut pandang Galang. Zachira berhasil membuat kedua suara itu punya bunyi yang berbeda. Suara Galang tetaplah maskulin meski ditulis oleh perempuan. Karakter keduanya tergambar jelas, bahkan hampir tak terasa intervensi pada masing-masing karakter. Selain kedua tokoh utamanya, semua tokoh di novel ini memang kuat dengan deskripsi yang ditebar lewat narasi dan dialog yang luwes. Tidak ada deh bagian yang menjejalkan deskripsi karakter hingga pembaca sesak karena menerima informasi yang bertubi-tubi. Karakter favorit saya jatuh pada Lola second lead female novel ini. Bukannya saya tidak simpati pada Nessa, tapi tokoh dengan kepolosan seperti dia kurang menarik di mata saya. Chemistry semua tokohnya terjalin sangat baik. Apalagi saat mereka berdialog. Dialog-dialog di novel ini sangat hidup, mengimbangi narasinya yang cantik dan rapi. Ada pun hal yang mengganggu saya adalah pemakaian kata “cacat” yang terlalu sering, tanpa diimbangi dengan pemilihan kata “difabel” yang lebih terhormat.
Berikutnya, semua orang seolah bersatu untuk mengejeknya dan mengucapkan “Huuu…!” yang panjang. Seolah mereka terkena penyakit yang sama. Krisis kemanusiaan. –Halaman 44
Pada mulanya, saya sulit mempertahankan kesadaran ketika membaca Beat of the Second Chance. Terus terang bab prolognya membuat saya mengantuk, dan akhirnya menyerah untuk membesokan saja ritual baca. Tentu saja hal ini tidak pernah terjadi pada pengalaman baca saya pada karya-karya Zachira sebelumnya. Padahal tema novel ini seksi banget: drum dan impian. Jangan salah sangka bahwa yang membuat perilaku anomali saya itu karena bab prolognya membosankan. Bab pembuka novel ini sesungguhnya sudah nendang dengan cuatan konflik yang tinggi. Setelah saya ingat-ingat, hal ini disebabkan oleh cara penulisan Zachira yang pada awalnya kurang luwes, padahal biasanya gaya bahasa penulis lancar mengalir menghanyutkan. Tapi Zachira ini memang penulis yang lihai, karena mulai bab selanjutnya sampai ending, saya dibuat terkesan dengan cerita dan teknik penulisannya yang kembali prima. Deskripsi tempatnya yang cukup detail pun sangat membantu menggambarkan suasana. Zachira memiliki kosakata yang kaya dan diksi menarik. Apalagi humor cerdas meski terkadang agak sarkasnya selalu berhasil membuat saya tertawa. Zachira ini memang selalu fresh dalam tiap karyanya.
Aku memutuskan belajar drum karena ingin jadi sepertimu, berharap kita bakal ketemu lagi saat aku udah cukup mahir untuk membuatmu menyadari bahwa kamu berhasil mengubah hidupku. –Halaman 62
Novel ini kaya akan konflik, didominasi oleh konflik realistis, meski tetep ada sentuhan melangit. Konflik keluarga, impian, beratnya berlatih musik, intrik band, dan tentu saja cinta. Dunia musik tidak digambarkan gemerlap dan menyilaukan, justru novel ini memperlihatkan masalah apa adanya yang terjadi di balik industri musik. Menariknya lagi, Zachira juga menyertakan strategi mengangkat popularitas dari berbagai hal. Hubungan, bumbu drama, hingga peranan media sosial. Bahwa untuk menjadi profesional, banyak hal harus dikorbankan. Butuh mental dan kecintaan besar untuk bertahan di industri musik. Ketika telah rasanya mencapai puncak pun rentang jatuh dalam sekejap. Di sinilah makin menariknya cerita, bagaimana proses meraih impian untuk ‘kedua’ kalinya.
Namun, dibandingkan kisah antara Galang dan Nessa di masa kini, saya paling menikmati bagian masa lalu Galang dengan band Three Notes serta cinta pertamanya. Saya selalu menunggu-nunggu flash back hidup Galang.  Saya beri dua jempol untuk kisah cintanya yang disampaikan dengan lembut, perlahan tapi kuat, dengan pengadegan yang tidak terasa klise. Dan ya, saya selalu ikut terbawa suasana. Dada ikut berdebar-debar, dan tanpa sadar wajah saya memerah. Konflik keluarganya pun memikat sekaligus membuat miris.
Porsi pembagian konflik besar yaitu impian, cinta, dan keluarga dalam novel ini terbagi dengan rata. Dan suprise-nya lagi, setiap konflik itu memiliki twist-nya masing-masing. Saya menyukai ending dari setiap konfliknya yang diselesaikan juga dengan cukup realistis.
Masa-masa keemasan dalam hidupku, meskipun menjadi musisi indie bukan perkara mudah, mengingat waktu, biaya, dan pengorbanan yang tidak sedikit. Tapi tak ada yang bisa menggantikan sensasi bahagia dan adrenalin yang meluncur deras saat beraksi di depan ratusan penonton…
–Halaman 81
Keunggulan novel ini juga terletak di pembahasan drum-nya yang jauh dari tempelan. Saya bahkan berpikir bisa belajar teori nge-drum dari novel ini. Pembaca akan menemukan berlembar-lembar bagian novel yang menerangkan tentang teori dan deskripsi praktik nge-drum. Saya diajak berkenalan dengan tempo, snare, tom, cymbal, dan istilah-istilah lainnya. Selain itu Zachira dapat mentransferkan perasaan musisi saat tampil di atas panggung dengan baik, hingga saya tersihir seakan ikut menjadi penampil. Seolah penulisnya memang benar-benar seorang drummer, dan ternyata memang Zachira melakukan riset yang amat mumpuni. Proses penulisan memang tak akan menipu 😀 Jangan khawatir pembaca akan bosan membaca bagian ini, karena Zachira menulisnya dengan cantik sehingga rentetan teori itu enak dan nyaman dibaca. Beat of the Second Chance memiliki tempo penceritaan yang pas. Kalau buat saya ini seperti musik easy listening dengan lirik dalam yang tersebar dalam pesan-pesan mode non ceramah. Kata-kata quotable-nya serupa lirik lagu yang menghanyutkan.
Dunia emang sakit, tapi jangan ikut-ikutan sakit sebelum lo ngerasain gimana rasanya bangkit lagi setelah lo jatuh tersungkur. –Halaman 82
3,5 Bintang untuk novel ini. Saya sarankan saat membaca novel ber-cover cantik ini kamu memutar lagu-lagu yang judulnya tertera di setiap bab. Yup, judul tiap bab novel ini diambil dari judul lagu. Kamu akan lebih menghayati isi novelnya 😀 Saya rekomendasikan Beat of the Second Chance untukmu yang menyukai musik dan romance.
blog-tour-zachira-edit

Giveaway

Mau novel Beat of the Second Chance? Ikutan giveaway-nya yuk. Caranya:

1. Follow akun twitter @zachira dan @evasrirahayu

2. Twit info giveaway ini dengan tagar #GABOTSC dan mention akun twitter saya dan Zachira.

3. Jawab pertanyaan saya di kolom komentar dengan menyertakan akun twitter kamu.

Pernahkah kamu mengidolakan seseorang? Tindakan paling gila apa yang kamu lakukan untuk memperlihatkan kecintaan terhadap idola itu?

4. Giveaway ini berlangsung dari tanggal 2 sampai 8 November 2016. Pemenang akan dipilih sendiri oleh penulisnya dan diumumkan tanggal 9 November jam 8 malam di akun twitter saya @evasrirahayu

5. Ada satu novel Beat Of The Second Chance bertanda tangan penulis sebagai hadiah.

Ditunggu partisipasinya ya ^_^

[Blog Tour] Review + Giveaway Novel “Searching My Husband” Karya Octya Celline

cover-smh

Searching My Husband merupakan novel kelahiran dari Wattpad kesekian yang saya baca versi cetaknya. Buat saya, membaca novel ini serupa dengan menonton serial drama Korea. Menghibur dan bikin baper.

Sebelum sesi kupas mengupas novelnya, kita kenalan dulu sama sosok di balik terciptanya novel SMH yang merupakan pegiat Wattpad.

Siapa Octya Celline?

octya2

Octya Celline, biasa dipanggil Selin atau Line. Lahir di Surabaya, 19 Oktober 1996, anak ketiga dari tiga bersaudara, berzodiak Libra dan pecinta olah raga. Saat ini sedang mengenyam pendidikan sebagai mahasiswa di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Konsentrasi Teknologi Proses Pangan Universitas Surabaya semester 5. Menulis adalah salah satu dari sekian banyak hobi yang digelutinya sejak tahun 2015. Searching My Husband adalah novel pertamanya yang dicetak dalam bentuk buku, dan novel keempat yang ditulisnya di Wattpad.

Mau ngobrol langsung sama Celline? Hubungi di media sosialnya

Instagram: @octyacelline

Facebook: Octya Celline

Wattpad: @OctyaCelline

Line: yoshikuni_tsubaki

Sesi Kepoin Octya Celline

1. Apa sih bedanya novel Searching My Husband di Wattpad dan versi cetak?

Octya: Bedanya Novel SMH di versi cetak dan Wattpad tentu saja di penyusunan cerita dan alur yang lebih teratur. Ada tokoh barunya, yaitu William. Lalu di novel cetak juga ada tambahan beberapa bab yang tidak ada di Wattpad, rasanya ada kira-kira 5 bab baru.

2. Dari semua tokoh di novel Searching My Husband, mana yang favoritmu? Kenapa?

Octya: Dari semua tokoh di novel SMH  yang menjadi favorit saya adalah  R. Mengapa bisa R? Karena tanpa R, cerita ini tidak akan tercipta. R adalah sosok lelaki yang saya idamkan sebagai seorang suami. Figur itu muncul setelah saya memikirkan memiliki seorang suami yang begitu setia dan hanya bisa melihat ke arah saya seperti layaknya setangkai bunga matahari yang hanya bisa menoleh ke arah matahari.

3. Apa arti Wattpad buatmu?

Octya: Wattpad adalah tempat pertama saya menumpahkan kebosanan dan keisengan saya. Mulai dari coba-coba menulis untuk ikut GiveAway sampai akhirnya saya menjadi juara 1, dan jadi ketagihan menulis sampai buku saya bisa terbit. Walau baru bergabung kurang dari setahun di Wattpad, tapi saya sudah mendapatkan banyak ilmu dari sana. Bulan ini genap satu tahun saya gabung di Wattpad, dan saya baru menulis SMH di bulan-bulan Oktober, tepatnya tanggal 18, sehari sebelum saya ultah.

Masih penasaran tentang proses kreatif Octya? Tenaang, misteri tentang penulis satu ini bakalan terkuak sama blog host lain di postingan blog tour tiap minggunya 😀 Yuk, mariii sekarang kita mulai bahas novelnya.

Data Buku

Judul : Searching My Husband
Penulis : Octya Celline
Penyunting : Kudo
Penerbit : LovRizn Publishing
Cetakan : Pertama, Oktober 2016
Halaman : x + 394 hlm
ISBN : 978-602-6330-25-3

Blurb:

Dicari orang berinisial “R”. Tak terlihat sejak satu tahun yang lalu,
mulai 19 Oktober 2015.
Ciri-ciri fisik:
1. Jenis kelamin: Pria tulen (saya yakin)
2. Tinggi badan sekitar 180 cm dan berumur 32 tahun.
3. Memiliki rambut yang berdiri alami dan terasa halus, sepertinya berwajah tampan, bibirnya tipis, memiliki lesung pipi, dan badannya berotot.
4. Menggunakan jas Armani dengan merek ternama.
5. Memiliki suara yang lembut dan berbadan wangi.

Bagi yang menemukan seseorang yang mirip, atau terlihat seperti ciri-ciri di atas, tolong langsung hubungi:

– Telepon : 19101996 (Sisilia)
– E-mail : sisiliapricilia@gmail.com
– Alamat : Jl. Cintaku Kepadanya. No 19

*Keuntungan jika menemukan pria tersebut:
– Diberikan uang cash dengan nominal besar.
– Diberikan keuntungan khusus seperti jalan-jalan ke luar negeri selama 1 bulan.


** Perhatian:
Entah karena alasan apa, ia tidak ingin wajahnya terlihat. Jadi jangan pernah menghubungi saya untuk menanyakan bagaimana wajah orang yang dicari, karena tidak mengetahui wajahnya makanya saya mencarinya.

Dunia rasanya semakin gila, ketika aku melihat koran pagi ini dan terpampang iklan mencari orang hilang dengan wajah yang tidak terlihat, bahkan orang yang memasang iklan itu juga tidak tahu bagaimana wajah orang yang dicari. Ternyata orang yang memasang iklan itu adalah istriku sendiri. Dan lucunya lagi, orang yang selama ini ia cari adalah diriku.

Review Buku

Searching My Husband bercerita tentang pernikahan aneh Sisilia dengan suami yang menyembunyikan wajahnya. Mereka menikah ketika Sisilia sedang koma di rumah sakit akibat kecelakaan. Setelah bangun dari tujuh tahun tidur panjangnya, Sisilia kehilangan ingatan. Itu pula yang membuat Mr. R memutuskan menyembunyikan identitasnya, karena takut Sisilia akan meninggalkannya. Selama satu tahun, mereka hanya berinteraksi dalam gelap. Berbagai cara ditempuh Sisilia untuk mengetahui wajah Mr. R, tapi seberapa pun pandainya dia mengatur strategi, suaminya selalu bisa berkelit. Seperti apa sebenarnya masa lalu Sisilia dan Mr. R? Apakah akhirnya Mr. R menunjukkan wajahnya pada Sisilia?

Hidup ini terbagi menjadi Masa lalu; Masa sekarang; dan Masa Depan. Masa lalu yang membentukku, masa sekarang adalah hidupku, dan masa depan adalah impianku. Kamu harus tahu, semua masa itu akan selalu diisi olehmu, karena kamulah hidupku. — Halaman 109

Enggak nyangka novel bantal ber-cover cantik ini bisa saya lahap sekali duduk. Seperti saya bilang tadi, membaca novel ini berasa seperti menonton drama Korea. Mengejutkan, lucu, menghibur, dan bikin baper. Prolog dibuka dengan tiga perempat isi blurb yang menurut saya memang menjual. Paaas bikin penasarannya. Hanya saja setelah masuk ke bab-bab berikutnya, ketahuanlah kalau ternyata prolog mengandung spoiler. Atau lebih tepatnya, memaparkan satu fakta yang “ternyata” belum diketahui oleh tokoh utama, yaitu nama suaminya berawalan huruf “R”. Karena jauh setelah prolog, ada bagian yang menceritakan betapa Sisilia bahagia mendapat satu kepingan puzzle, mengetahui inisial suaminya.

Apalah artinya kamu melihat wajahku atau tidak. Yang penting aku selalu ada untukmu dan kamu selalu ada untukku. Bukankah cinta tidak memandang fisik? –Halaman 13

Konflik-konflik yang dikedepankan langsung menyedot saya, terikat untuk terus membuka lembar demi lembar. Saya ikut gemas dengan penyelidikan Sisilia untuk mengungkap kemisteriusan tokoh R beserta alasannya untuk menyembunyikan wajah dan identitas. Apalagi disebutkan kalau Sisilia mengetahui jati diri R, Sisilia akan membencinya. Dramanya gereget banget. Butuh kepiawaian untuk menempatkan waktu yang tepat membuka sedikit demi sedikit misterinya. Karena penulis mesti menjaga supaya pembaca terus penasaran dan bertanya-tanya tanpa berubah mood menjadi kebosanan ketika isi cerita hanya berputar-putar tanpa memberi clue-clue yang makin membakar penasaran tersebut. Saya berpikir, “Ini buku tebel banget, apa bakalan bertele-tele ya ceritanya?” Ternyata enggak, saya menikmati tiap babnya tanpa merasa penulis mengulur-ulur waktu untuk menyingkap misteri.

Secerdik apa pun diriku, tetap saja kau selalu bisa kabur dari jebakanku. –Halaman 49

Tetapi, tidak bisa ditampik bahwa saya merasa ada banyak keganjilan yang perlu ditambal dari segi logika dalam penyembunyian rahasia wajah tokoh R. Seperti, sempat disebutkan kalau ada cahaya dari kamar mandi yang sedikit menerangi wajah. Ataupun, rasanya aneh sekali seorang perempuan mau melakukan ‘hubungan’ dengan seseorang yang tidak dikenalnya, tidak pernah dilihatnya, tidak dia ketahui sama sekali apa-apanya. Karena butuh chemistry kuat untuk ‘melakukan’ itu. Keganjilan tersebut muncul karena tidak diceritakan misalnya ada satu kejadian yang membuat Sisilia merasa sangat membutuhkan R, satu kejadian mengentak yang membuat Sisilia mempercayai R sepenuhnya. Sehingga dia yakin mencintai pria itu dan mau menyerahkan segalanya. Lalu soal iklan yang dipasang Sisilia ke koran, kalau di dunia nyata, sudah pasti yang terjadi padanya akan lebih parah dari sekadar didatangi cowok-cowok iseng. Soalnya Sisilia terlampau ceroboh memberikan e-mail aslinya.

Aku juga sangat mencintaimu bahkan tanpa aku melihat wajahmu aku tetap bisa mencintaimu. Itu berarti aku mencintaimu berkali-kali lipat daripada cintamu kepadaku. –Halaman 308

Kemudian kisah lain yang saling berkaitan adalah konflik tokoh Airin yang mencintai Rio diam-diam dengan mengirimi cowok itu foto bertuliskan puisi. Sedang Rio sendiri tergila-gila pada Sisilia. Hingga suatu hari, sebuah insiden mendekatkan mereka. Awalnya saya merasa munculnya konflik Airin ini kurang menarik. Tetapi seiring porsinya yang bertambah, perkembangannya berhasil membuat saya bersimpati pada Airin. Jalinan kisah yang seperti terpisah tetapi memiliki benang merah, tidak mengganggu sama sekali. Saya kembali menemukan keganjilan. Pada saat Rio menolong Airin dari preman, waktu itu setting waktunya pagi hari, tepatnya jam 7. Di jam seperti itu Jakarta tengah sibuk-sibuknya. Sesepi apa pun gang, pada pagi hari Airin bisa berteriak minta tolong. Beda lagi kalau memang kejadiannya dini hari. Meskipun Jakarta seperti tak pernah tidur, tapi logikanya sampai. Di luar beberapa ganjalan itu, ceritanya seru dari awal sampai akhir. Saya sangat menikmati membacanya.

Aku bisa mencintaimu selama tujuh tahun kamu terbaring koma dan tiada satu pun yang percaya kamu bisa bangun kembali. Tapi aku masih percaya kamu bisa kembali membuka kedua matamu. Jadi, siapa yang lebih mencintai siapa?” –Halaman 308

Tokoh-tokoh dalam novel ini memiliki karakter yang khas. Sehingga mudah mengidentifikasinya. Sisilia yang manis, Airin yang pendiam, Mr. R yang seksi, Rio yang baik. Lagi-lagi tokoh utamanya mengingatkan saya pada drama Korea. Stereotype cantik-cakep-kaya-romantis. Saya menyukai keempat karakter utama dan tokoh Siti yang memiliki gaya bicara unik. Saya juga dapat merasakan chemistry yang kuat di antara para tokohnya. Hal itu jugalah yang berhasil membuat perasaan saya naik turun diajak melayang kemudian terempas ke tanah. Namun meskipun begitu, ketika semuanya muncul dengan sudut pandang orang pertama dalam satu bab, saya menjadi kebingungan. Ini siapa yang sedang bicara? Memang, ada narasi dengan font yang diitalic untuk memberi keterangan pada pembaca, siapa yang sedang bicara. Tapi tetap saja membingungkan. Lebih praktis kalau langsung saja beri keterangan nama tokoh sebagai petunjuk pada pembaca. Misalnya:

Sisilia

Aku menunggu….

Ketimbang

Rio tampak berjalan ke arah mobilnya.

Dasar dosen gila, bisa-bisanya…

Pembaca lebih mudah menangkap maksud penulis bila dituturkan memakai teknik pertama. Ternyata, konsep itu sudah dipakai penulis ketika mempublish novel SMH ini di Wattpad, tapi sepertinya da pertimbangan lain dari editornya. Percampuran sudut pandang dalam satu bab juga kurang mulus karena ada satu dua bagian yang tercampur pov 1 dan 3.

Di saat pertanyaan tentang mencintainya terlontar, aku tak bisa menjawab dengan pasti, mungkin aku sudah mencintainya, mungkin aku hanya terbiasa dengannya, mungkin aku hanya penasaran dengannya dan mungkin aku menyayanginya dan mungkin juga tidak, yang pasti aku tidak tahu ini cinta atau bukan, tetapi satu hal yang bisa kujawab dengan mantap, aku tidak takut dengannya dan terbiasa dengan kehadirannya dalam keadaan gelap. — Halaman 15

Gaya penuturan Octya mengalir lancar sehingga enak dibaca. Memakai bahasa baku di bagian narasi dan dialog. Hanya dialog tokoh Siti saja yang berbeda sendiri yaitu memakai bahasa campur sari karena karakter tokohnya yang dibuat unik. Rasanya tetap pas karena digunakan dengan tepat. Dalam novel ini ada beberapa kali adegan panas dingin yang semua selalu jadi favorit saya sehingga tidak cocok dibaca pembaca yang belum 17 tahun ke atas. Walaupun sampai bablas, tapi deskripsinya digambarkan cukup manis sehingga tidak membuat mual. Sepanjang novel, Octya juga banyak membuat kalimat-kalimat quotable yang manis. Menurut saya, penulisannya cukup rapi dan saya bisa merasakan karya ini ditulis dengan fun dan sepenuh hati. Hanya saja, typo-nya lumayan bertebaran. Belum lagi kata yang salah digunakan, seperti ‘acuh’ yang artinya ‘peduli’ tetapi di novel ini menjadi ‘cuek’. Atau kata ‘bergeming’ yang artinya ‘diam’ menjadi ‘tidak diam’. Namun penulis memiliki semangat untuk terus belajar, sehingga saya yakin karya-karya selanjutnya akan jauh lebih baik.

Terakhir, ending-nya. Ya ampuuun, nyeseeeek. Ketika tinggal satu bab lagi, saya bertanya-tanya, “Ini beneran mau tamat? Kok bisa? Kan masih ada beberapa misteri yang belum dipecahkan?” ternyata… ada buku sambungannya :’) Karena ceritanya menarik, saya jadi ingin membaca buku lanjutannya. I want more… i want more! Duh, Octya berhasil meracuni saya nih.

Saya rekomendasikan novel ini bagi pecinta drama romantis bertokoh-tokoh pria-wanita cakep-cantik sempurna ala-ala dongeng dengan cerita bitter sweet.

picsart_09-14-11-18-03

Giveaway

Mau novel Searching My Husband? Ikutan giveaway-nya yuk. Caranya:

1. Follow akun twitter @CeL___LiNe dan @evasrirahayu

2. Twit info giveaway ini dengan tagar #GASMH dan mention akun twitter saya dan Octya.

3. Jawab pertanyaan saya di kolom komentar dengan menyertakan akun twitter kamu.

Alasan apa yang membuatmu terpaksa “harus” menyembunyikan identitas pada pasangan?

4. Giveaway ini berlangsung dari tanggal 17 sampai 23 September 2016. Pemenang akan dipilih sendiri oleh penulisnya dan diumumkan tanggal 24 September jam 8 malam di akun twitter saya @evasrirahayu

5. Giveaway ini hanya boleh diikuti oleh kamu yang sudah berumur 17 tahun ke atas.

Ditunggu partisipasinya ya ^_^

[Review] Me Vs Daddy Karya Sayfullan

[Review] Me Vs Daddy Karya Sayfullan

Hubungan orangtua dan anak kadang rumit. Perbedaan usia dan pengalaman menyebabkan sudut pandang sering kali tak sejalan. Namun kadang kala, masa lalulah penyebabnya. Seperti yang diangkat Sayfullan dalam novel “Me Vs Daddy” ini.

Penampakan Sayfullan

Penampakan Sayfullan

Kenalan dengan Sayfullan

Sayfullan adalah nama pena dari Saiful Anwar. Lulusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro ini sangat menyenangi dunia tulis-menulis. Kocak dan gokil adalah kata yang pas untuk menggambarkan karakternya.

Pemain teater ini memiliki banyak hobi, selain menulis, dia juga sangat menyukai renang, volly, dan lari. Namun semua hobby olahraganya harus rela ditinggalkan karena penyakit gagal ginjal yang dideritanya. Dia juga masih melaksanakan rutinitas hemodialisa dua kali seminggu. Penyakit itu tidak merenggut semangatnya untuk terus berkarya dan menyebarkan inspirasi.

Sayfullan bisa dihubungi di Email: eter.233@gmail.com, twitter : @sayfullan dan Facebook : rawna_lufias@yahoo.co.id

Data Buku

Judul : Me Vs Daddy

Penulis : Sayfullan

Penerbit : deTEENS (Diva Press Group)

Tebal : 219 Halaman

Editor : Vita Brevis

ISBN : 9786023912025

Blurb :

Karel dan eclair. Kecintaan Karel terhadap kue kering berbentuk panjang berisi aneka krim pasta ini bukan cuma karena rasanya yang legit dan enak. Mengingatkannya juga pada Claudia, mendiang sang mama. Namun, Marvin ingin Karel mengikuti jejaknya dalam bidang properti. Kopanda Cafe dan Eclair Shop adalah ajang pertaruhan antara anak dan ayah. Karel harus bisa membuktikan kemampuannya. Jika tidak, konsekuensi berat menunggunya.

Review Buku

Saya merindukan membaca novel lokal yang bercerita tentang hubungan anak dan orangtua yang harmonis. Karena saya lebih banyak membaca buku yang menceritakan bagaimana teman-teman justru lebih berarti ketimbang orangtua karena lebih paham dunia mereka dan menjadi penyemangat dari keterpurukan. Kalau dari judul dan blurbnya, novel “Me Vs Daddy” memiliki problematika yang senada. Yaitu hubungan orangtua dan anak yang renggang. Tapi saya merasa bahwa novel ini pada akhirnya akan memberikan solusi yang baik untuk memperbaiki hubungan buruk itu. Maka mulailah saya menyantap bab demi bab.

[Review] Me Vs Daddy Karya Sayfullan

JudulMe Vs Daddy” cukup provokatif dan menjanjikan konflik menarik. Cover-nya sederhana namun cukup eye catchy. Tapi saya justru dibuat penasaran oleh tagline-nya, yaitu “Antara kenangan masa lalu dan rasa bersalah”. Terus terang, saya punya ketertarikan khusus pada kisah-kisah masa lalu kelam yang mengunci jiwa dengan rasa bersalah. Saya selalu penasaran, bagaimana penulis membuat tokohnya akhirnya bisa berdamai dengan masa silam dan memaafkan dirinya–kalau akhirnya itu yang terjadi. Kemudian, blurb novel ini saya nilai memiliki daya jual. Pendek tapi langsung mengena pada konflik.

Dalam waktu satu jam saja, saya sudah menuntaskan delapan bab pertama. Karena bab pertamanya sudah menyajikan konflik tanpa basa-basi. Dimana dikisahkan bahwa Karel menemui ayahnya untuk meminta restu dan modal menjalankan usaha kafe Kopanda sebagai manajemen sekaligus chef cake dan ahli patisserie. Permintaan itu berbuah ajang pertaruhan antara ayah dan anak. Bab awal yang memicu penasaran.

Sedangkan, konsep vintage dari Kopanda terlihat dari adanya susunan batu bata kasar di dinding bagian bawah kafe yang sengaja tidak dihaluskan. Juga bingkai-bingkai pigura tanpa gambar dari kayu berpelitur coklat pekat yang tersebar di dinding berwarna krem itu berhasil menambah kesan eksotis, lampau, dan unik pada Kopanda. — Halaman 26

Penulis mendeskripsikan setting dengan detail tapi tidak berlebihan, membuat saya merasa akrab dengan tempat-tempat dalam novelnya. Begitu pula dengan kue-kue di kafe Kopanda, Sayfullan bukan hanya menarasikan bentuknya, tapi juga rasa dan keharumannya.

Semua yang kami sajikan di sini adalah wujud harapan dan mimpi yang luar biasa dari kami — Halaman 31

Saya kemudian berkenalan dengan banyak tokohnya. Karel si tokoh utama yang digambarkan memiliki fisik manis namun teguh pendirian dan pekerja keras, Marvin sang ayah yang keras dan tampan, para pegawai kafe Kopanda yang solid, kemudian Jiana anak SMA yang cerdas tapi keras kepala, dan Renne ibu Jiana yang membesarkan anaknya seorang diri. Renne memiliki karakter keibuan, tapi agak centil. Dalam keberagaman karakter inilah saya mendapatkan humor ala Sayfullan. Chemistry tokoh-tokohnya cukup baik. Saya bisa merasakan harmoninya hubungan Renne dan Jiana. Namun chemistry Karel dan Jiana dibangun dengan terburu-buru, sehingga terasa kurang kuat. Tahu-tahu saja mereka sudah dekat. Pembaca tidak diajak step by step menyaksikan perubahan rasa antara mereka.

Karena sejujurnya dia tahu, menyesap kembali pekatnya kenangan bersama Claudia akan bermuara akhir pada lautan rasa sakit hati. –Halaman 15-16

Sayfullan memiliki gaya bahasa puitis yang di tempatkan di beberapa bagian yang pas, menjadikan novel ini enak dinikmati. Me Vs Daddy mempunyai diksi dan kosakata yang cukup kaya. Secara keseluruhan novel ini memakai bahasa ringan yang mudah dicerna. Sayang, untuk dialognya “Me Vs Daddy” tidak konsisten. Pada awal-awal, dialog Karel dan Marvin percampuran antara kaku dan santai. Saya sampai mengira bahwa mereka akan konsisten berdialog kaku, tetapi semakin ke sana, obrolan mereka makin cair. Bukan, bukan karena hubungan mereka membaik atau apa, tapi memang tidak konsisten saja. Permasalahan pemilihan gaya bahasa dialog ini pun membuat karakter Marvin menjadi tidak ajeg. Marvin tidak lagi tergambarkan sebagai sosok pria bertangan dingin, padahal belum ada kejadian yang bisa membuat karakternya bisa berubah. Syukurnya selain Marvin, meskipun kadang saya menemukan ketidakkonsistenan, tetapi tidak sampai terasa mengubah karakter tokohnya.

Bisa dibilang, cerita dalam novel ini terbagi ke dalam dua bagian besar. Pertama, kisah ayah dan anak Karel-Marvin. Kedua, tentang ibu dan anak Renne dan Jiana. Keduanya memiliki cerita dan konflik yang menarik. Karel-Marvin berkonflik karena Marvin tidak menyetujui impian anaknya sebab cita-cita Karel mengingatkannya pada sang istri. Hubungan Marvin dan Claudia istrinya kurang baik karena dia cemburu pada sahabat istrinya. Kemudian terjadi sesuatu yang membuatnya tenggelam dalam rasa bersalah. Lalu konflik Renne-Jiana berputar antara pengorbanan Renne melepas kariernya demi mengurus anaknya, dan pem-bully-an di sekolah Jiana. Benang merah konflik terletak pada Marvin dan Renne sama-sama memiliki masa lampau yang kelam dan kegagalan rumah tangga, sedang Karel dan Jiana memiliki impian yang tidak mudah diraih.

Dia pun akhirnya hanya bisa mencoba memejamkan mata. Berharap masa lalu bersama Claudia hilang, pejam oleh waktu dan zaman. — Halaman 24.

Konflik disampaikan lewat alur maju mundur sehingga pembaca diberi sedikit demi sedikit demi menjaga penasaran. Saya sendiri selalu menunggu bagian yang menceritakan masa lalu Marvin dan Renne. Namun, penulis memberi porsi yang berlebihan untuk kisah Renne dan Jiana, sehingga memungkinkan pembaca lebih merasa merekalah tokoh utamanya. Novel ini memiliki potensi konflik yang jelimet dan dalam, tetapi penulis memilih menyuguhkannya dengan ringan. Tapi saya suka bagaimana Sayfullan memasukan selipan-selipan humor di beberapa bab sehingga pembaca tidak bertubi-tubi disuguhkan ketegangan. Yang disayangkan adalah semua konflik yang disuguhkan tidak diberi pendalaman, dan penyelesaiannya terkesan mudah. Sehingga ketika pembaca baru akan larut, masalah sudah selesai duluan, tidak memberi ruang untuk tenggelam dalam empati. Misalnya perjuangan Karel menggapai impiannya, tidak ada batu besar yang menghalang, hanya kerikil-kerikil tajam yang mudah disingkirkan. Untungnya masalah Jiana cukup menggigit. Sayfullan tampak terburu-buru menyelesaikan konflik-konfliknya. Padahal konfliknya sangat menarik.

Bukankah selalu ada pertumbuhan dalam setiap fase kehidupan? — Halaman 25.

Bukan berarti novel ini tidak berhasil mentransfer emosi pada pembacanya. Pada beberapa bagian, terutama adegan masa lalu Marvin, Sayfullan berhasil mengaduk-aduk perasaan pembaca. Part-part Renne dan Jiana pun menyentuh. Saya selalu merasa hangat dan dekat tiap membaca bagian ketika mereka bersama. Dari hubungan ibu dan anak itulah dahaga saya akan cerita kedekatan orangtua dan anak terpuaskan.

Pada akhirnya, apa yang saya cari dari novel ini saya dapatkan. Pesan moral yang tidak menggurui, dan kisah orangtua anak yang bittersweet. Saya rekomendasikan novel ini untuk kamu yang menyukai novel ringan, menghibur, dan menghangatkan hati.

Review dan Giveaway Novel “In (De) Kos” Karya Swasmita Buwana

PicsArt_04-08-12.01.58

Ini kali kedua saya membaca novel karya Swasmita Buwana. Saya mendapat kejutan darinya. Tentunya kejutan yang bagus. Sebelum membahas hal itu, saya mau memperkenalkan dulu siapa itu Swasmita Buwana.

Mita

Siapa Swasmita Buwana?

Biasa dipanggil Mita. Penyuka segala sesuatu berbau unyu, drama unyu, film unyu, komik unyu, novel unyu, terlebih pria unyu. Katanya kalau ketemu, kesan orang-orang padanya adalah kalem dan pendiam, tetapi setelah mengenalnya ternyata anaknya kelam dan tidak bisa diam.

Mau kenalan lebih jauh? Follow aja IG @swasmitabuwana dan atau Twitter @smasmitabuwana

Balik lagi ke novel In (De) Kos.

Data Buku

Judul : In (De) Kos

Penulis : Swasmita Buwana

Penerbit : Elex Media Komputindo

Tebal : 256 Halaman

Editor : Afrianty P. Pardede

ISBN : 9786020278520

Blurb :

Sadewo Subagja, cowok ganteng yang sok cool ini harus mengubur cita-citanya di ibu kota karena wajib mengemban amanah mulia dari sang eyang yang baru saja meninggal. Dewo, diberikan warisan berupa rumah kosan yang berisi perempuan-perempuan ‘ajaib’ se-Yogyakarta. Dewo harus menjalankan tugas sebagai bapak kosan dan bertanggung jawab dengan segala hal yang terjadi di kosan. Hidup Dewo menjadi sangat berwarna, tapi terkadang seperti berada di neraka. Ulah perempuan-perempuan ajaib itu membuat Dewo kewalahan. Panggilan-panggilan ‘ajaib’ pun ditujukan padanya: De, Wo, Dewo, Mas De, Pak De, Pak Kos, Pak Kos Ganteng, Mas Rangga, dan lain-lain. Belum lagi, Dewo harus meninggalkan pujaan hatinya yang berada di Jakarta. Rasanya Dewo tidak sanggup lagi menjalankan tugas yang hampir mirip kutukan ini.

Review Buku

Cover novel In (De) Kos ini unyu, dengan pemakaian warna-warna pastel dan gambar yang imut. Cukup menarik untuk membuat pembaca remaja berkeinginan membawa bukunya ke kasir ^_^ Judul yang dipilih sangat mewakili isi bukunya, Buat yang sedang atau pernah merasakan hidup kos-kosan, judul ini membangkitkan kepenasaran. Blurb novelnya sudah menggambarkan masalah-masalah yang dihadirkan dalam cerita, meskipun ada satu konflik penting tidak dituliskan di sana, padahal bagian itu paling menarik menurut saya.

Dari blurbnya, sudah terbayang kalau novel ini melibatkan banyak tokoh, meski dengan satu tokoh sentral. Tapi terbayangkah bagaimana menghidupkan banyak sekali tokoh dalam novel, dengan memberi para tokoh itu porsi pas sehingga tidak hadir untuk menjadi sekadar tempelan? Itu bukan perkara mudah. Membuat satu tokoh ‘memorable‘ bagi pembaca saja sudah sulit. Memorable di sini bukan saja membuat pembaca ‘ngeuh’ dengan keunikan atau kekhasan satu karakter, tetapi membuat pembaca mengingat si tokoh sampai jauh ketika satu buku selesai dibaca. Jangankan membuat yang memorable, yang ‘jelas’ saja karakternya sudah peer banget.

Dalam In (De) Kos, yang ceritanya sudah mengambil kisah anak kos-kosan, mau tidak mau tentunya penulis ‘harus’ menghadirkan banyak karakter. Karena jelas beda rasanya kalau cerita tentang kosan dengan anak kos dua orang saja, mungkin lebih tepat jadi kisah di kontrakan dengan sentral konflik yang berfokus bukan pada interaksi anak-anak kos dan bapak kosnya.

Cinta? Ah, itu hanya alasan klasik pria yang menginginkan sesuatu tanpa ingin memberikan sesuatu. – Halaman 126 –

Lalu bagaimana dengan tokoh-tokoh dalam In (De) Kos? Tokoh-tokoh dalam In (De) Kos ini hampir seluruhnya komikal. Namun Mita berhasil memberikan perbedaan yang ‘jelas’ bagi 11 tokohnya. Masing-masing tokoh memiliki ciri khas sehingga pembaca tidak akan tertukar antara satu dan lainnya, apalagi ditambah dengan adanya ilustrasi beserta penjabaran karakter tiap tokohnya. Namun tokoh utama Sadewo dan Dini, masih terasa sekali ‘mirip’ dengan kedua tokoh utama dalam novel Mita sebelumnya: Pasangan Labil. Sepertinya Mita harus lebih mengeksplor lagi karakter-karakter tokoh utamanya, sehingga tidak membuat novel berikutnya menjadi kisah berbeda untuk tokoh yang ‘sama’. Kesamaan ini bukan hanya dari segi karakter, tapi juga tata bahasanya. Saya yakin Mita punya potensi lebih untuk menciptakan tokoh-tokoh di luar kotak-nya, tanpa meninggalkan ciri khas penulisannya. Karena terbukti Mita berhasil memberikan nuansa-nuansa berbeda pada tokoh-tokoh lain di luar Dewo dan Dini dalam novel ini.

Konflik dalam novel ini terbagi ke dalam dua bahasan besar. Pertama, konflik Sadewo dengan anak-anak kosannya. Kedua, konflik Sadewo dengan Dini. Meskipun konflik yang diketengahkan ‘banyak’ tetapi semuanya sama-sama ringan. Pembaca tidak membutuhkan energi besar untuk menyelami konflik-konfliknya saking ringannya. Mita memberikan keenam anak kos Sadewo masing-masing konflik yang dibahas dalam satu bab khusus untuk satu tokoh. Mulai dari masalah masakan yang membuat sakit perut, sampai mengangkat isu perjodohan. Di bagian-bagian inilah kelucuan banyak bertebaran, membuat saya senyum-senyum sendiri. Kemudian di bagian terpisah, dikisahkan bagaimana Sadewo mengejar cintanya. Bagian ini yang paling menarik buat saya. Terutama bagian prolog yang mengisahkan bagaimana Sadewo dan Dini berkenalan.

Lagi pula keseriusan lelaki juga dinilai dari saat mereka mencoba mendekati wanita tersebut, kan? – Halaman 206 –

Namun karena konfliknya diceritakan dengan cara hampir menyerupai sketsa-sketsa yang selesai saat itu juga, tidak ada kedalaman dalam semua konflik yang disuguhkan. Tapi bukan berarti pembaca tidak mendapat amanat dari sana. Tentu saja selalu ada yang bisa dipetik dari tiap kasus. Ada yang saya sayangkan, tokoh Sadewo ini kan lulusan S2 Manajemen UI,tapi latar pendidikannya itu tidak dijadikan konflik atau memberi warna berbeda pada cerita. Begini, apa gunanya Sadewo lulusan S2 dengan keluaran S1? Toh, tidak mengubah dan tidak berpengaruh apa pun dalam jalinan cerita. Sadewo tetap bapak kos yang sehari-harinya hanya melakukan rutinitas tidur-makan-nonton TV. Warna di sini semisal Sadewo mengelola kosannya dengan dasar pemikiran manajemen yang ketat, atau bagaimanalah ada sentuhannya. Karena sebagai lulusan S2, seharusnya Sadewo punya ‘impian’ yang ingin dia kejar, atau mungkin passion yang membuat kesehariannya lebih semarak. Mungkin kalau Mita membuat kelanjutan cerita In (De) Kos, itu bisa jadi pertimbangan untuk membangun konflik lebih dalam.

Kejutan yang saya mention di awal posting adalah kerapian tulisan Mita. Ada kemajuan beberapa tingkat dari segi teknik dibandingkan novel Mita terdahulu. Editing In (De) Kos pun rapi, hanya saya temukan dua typo dan penempatan tanda baca yang double.

Saya merekomendasikan novel ini bagi kamu yang suka bacaan super ringan dan kocak ^_^

ilustrasi indekos

Salah satu ilustrasi dalam novel In (De) Kos

Giveaway

Mau novel In (De) Kos? Ikutan giveaway-nya yuk. Caranya:

1. Follow akun twitter @swasmitabuwana dan @evasrirahayu

2. Twit info giveaway ini dengan tagar #GAInDeKos dan mention akun twitter saya dan Mita.

3. Jawab pertanyaan saya di kolom komentar dengan menyertakan akun twitter kamu.

Kalau kamu ngekos, kepengin punya temen sekosan kayak apa sih?

4. Giveaway ini berlangsung dari tanggal 8 sampai 14 April 2016. Pemenang akan dipilih sendiri oleh penulisnya dan diumumkan tanggal 15 April jam 8 malam di akun twitter saya @evasrirahayu

 

[Blog Tour] Review Novel “TIGER ON MY BED” Karya Christian Simamora

Cover Tiger On My Bed

Cover depan Tiger On My Bed

Judul Buku                               : TIGER ON MY BED (#VIMANASINGLES book 1)

Pengarang                               : CHRISTIAN SIMAMORA

HargaJual                                : Rp 88.800

Bulan/TahunTerbit         : DESEMBER 2015

Panjang x Lebar                 : 13 x 19 cm

JumlahHalaman               : 408 hlm

Genre                                         : Contemporary Romance

Kategori                                 : Novel Dewasa

Tagline:

SEBELUM BENAR-BENAR PATAH HATI,

KAU TAK AKAN PERNAH MENYADARI SEPERTI APA KAU INGIN DICINTAI.

 

Blurb:

“UNTUK MENARIK PERHATIAN LAWAN JENISNYA,

HARIMAU BETINA BISA MERAUNG SAMPAI 69 KALI SELAMA 15 MENIT.”

Jai harus mengakui, Talita Koum Vimana membuatnya sangat penasaran. Dia duduk di pangkuan Jai, membuai dengan suara tawanya, dan bahkan tanpa ragu mengkritik kemampuannya merayu lawan jenis. Hebatnya lagi, semuanya terjadi bahkan sebelum Jai resmi berkenalan dengan Tal.

“SELAYAKNYA TARIAN,

HARIMAU JANTAN DAN BETINA MELAKUKAN KONTAK FISIK SATU SAMA LAIN, DISERTAI SUARA RAUNGAN DAN GERAMAN.”

Jujur saja, alasan utama Tal mendekati Jai justru karena dia sama sekali bukan tipe idealnya. Dia dipilih karena alasan shallow: indah dilihat mata, asyik buat diajak make out.

Jenis yang bisa dengan gampang ditinggalkan tanpa harus merasa bersalah.

“TAHUKAH KAMU, SETELAH PROSES KAWIN SELESAI,

HARIMAU JANTAN SELALU MENINGGALKAN BETINANYA?”

Tiger arrangement, begitu keduanya menyebut hubungan mereka.

Dan ketika salah satu pihak terpikir untuk berhenti, pihak lain tak boleh merasa keberatan.

Jai dan Tal menikmati sekali hubungan kasual ini. Tak ada tanggung jawab, tak ada penyesalan… sampai salah satu dari mereka jatuh cinta.

Selamat jatuh cinta,

 CHRISTIAN SIMAMORA

 

Back Cover Tiger On My Bed

Back Cover Tiger On My Bed

REVIEW

Tiger On My Bed bercerita tentang Talita Koum Vimana alias Tal yang patah hati karena ditinggal tunangannya dengan cara menyakitkan: selingkuh dengan wedding plannner mereka. Setelah sebulan berkabung dengan mengurung diri di kamar, akhirnya Tal merasa siap untuk move on. Dalam misinya itu, kedua sahabat Tal, Yana dan Fika, memaksanya untuk mencari rebound. Terpilihlah Jai Birksted sebagai target. Hubungan mereka dibangun atas kesepakatan Tiger Arrangement. Bagimana akhirnya? Apa Tal bisa kembali mencintai seseorang?

Bisa dibilang “Tiger On My Bed” ini salah satu  novel yang kepengin banget saya baca karena faktor COVER yang bagus banget dan JUDUL yang menggoda banget 😀 Gambar cover-nya kerasa ekslusif, sesuai dengan konsep Vimana Singles, ditambah kesan seksi yang ditimbulkan judulnya. Terus terang, judulnya mengundang imajinasi XD

Maju ke pembahasan CERITA. Sebagai fans berat serial “Sex and the City” dan dari remaja–fyi, saya nonton serial itu dari SMA–terobsesi jadi penulis yang punya kolom sendiri kayak Carrie Bradshaw, pembukaan novel ini berhasil menarik seluruh perhatian saya. Membuat saya langsung betah membacanya. Apalagi disuguhkan dengan judul bab yang menurut saya cetar dan bener bangeet *maaf kalau nada-nadanya ada curcol XD

bab1TOMB

Judul bab satu yang jleb banget

Kisah perempuan patah hati yang berniat move on memang banyak diangkat. Dan salah satu novel yang berhasil menghantarkan “rasa” pedih itu ke pembaca adalah Tiger On My Bed. Terus terang, membaca novel ini saya baper abis :’) Bittersweet-nya, gejolak cintanya, pokoknya berasa jadi Tal deh. Baru kali ini saya baca novel Bang Ino yang bikin saya bukan cuman simpati tapi empati sama pemeran utamanya. Well, mungkin karena sama seperti Tal dan cliqeu-nya, saya juga enggak percaya adanya pangeran berkuda putih. No Cinderella story dalam realita. Kalau mau move on, perempuan ya harus berusaha sendiri. Uhm, cowok juga 😀 Tapi ya memang cara paling cepat move on adalah berhubungan dengan orang baru, terlepas dari itu hanya pelampiasan atau seriusan.

Ada yang kentara baru dari cara penceritaan Bang Ino di Tiger On My Bed (TOMB). Flash back cerita perselingkuhan Rizal si mantan tunangan Tal disampaikan seperti adegan film. Buat saya ini berkesan, karena tokoh utama peremuan–Tal–dibuat menjadi peran pembantu wanita. Karakter pendukung yang patah hati ditinggalkan si tokoh utama. Seperti yang pernah saya sampaikan di review novel MEET LAME, saya cenderung lebih simpati, peduli, dan memikirkan bagaimana kelanjutan para tokoh pendukung itu, yang biasanya memang enggak diceritakan lagi, dibiarkan menggantung begitu saja. Jadi di TOMB, saya seperti dipuaskan dengan mendapat kelanjutan kisah si tokoh pembantu.

quoteTOMB1

Seperti biasa, selain menyuguhkan kisah cinta penuh gairah, Bang Ino selalu berhasil menyisipkan edukasi dalam novelnya. Kali ini bahkan menarik banget karena pengetahuan yang dikasih Bang Ino sama sekali tak pernah saya sentuh. Sisipan itu mengenai profesi Jewelry Appraisal. Seperti Jai yang enggak bosan dengan penjelasan Tal mengenai profesinya, saya pun merasa begitu. Karena Bang Ino sekali lagi menyampaikannya dengan soft enggak seperti baca artikel. Profesi Jai sebagai interior service dan sisipan pengetahuan tentang perilaku hewan juga menarik.

Sekali lagi Bang Ino berhasil membuat karyanya bertabur quotes. Membuat saya menahan jempol supaya enggak curhat via quotes novel TOMB *Plaak!* Dan ngomong-ngomong soal adegan hot, saya surprise juga di novel ini Bang Ino enggak cuman menuliskan foreplay, tapi adegannya disampaikan dengan tuntas. Plis, you know what I mean, kan? Menurut saya, adegan panasnya seksi dan enggak memberi kesan menjijikan sama sekali.

quoteTOMB1

Ada yang berbeda lagi di karakter TOMB. Kalau di review MEET LAME saya pernah request tentang lawan tokoh utama yang enggak bitchy, ternyata itu sudah terpikirkan oleh Bang Ino. Maafkan saya sempet protes, Bang. Saya enggak tahu ternyata hal itu udah dilakukan Abang ^^V Yup, tokoh Stella perempuan yang merebut tunangan Tal digambarkan sebagai sosok yang baik, bukan cewek nyebelin manja yang enggak banget. Sedangkan tokoh Rizal, menurut saya cukup. Biasa-biasa saja tanpa ada yang menonjol. Karakter Tal oke banget, selain mandiri, dia juga punya attitude yang bagus, dengan tetap punya sisi kekurangan yang sangat humanis. Begitu juga dengan Jai. Lagi-lagi saya harus bilang, dari seluruh novel Bang Ino yang saya baca, couple inilah yang berhasil bikin saya jatuh cinta. Tal and Jai, I love you both!

ILUSTRASI dan LAYOUT novel ini juga bagus. Saya suka. Ilustrasinya bikin makin kebayang sama kedua tokoh utamanya. Sedang layout-nya variatif dan pas. Di mata saya, novel ini hampir enggak punya kekurangan, kelemahannya cuman beberapa typo yang sangat bisa di-ignore. Oh iya, bonus PAPERDOLL-nya bener-bener khas Bang Ino 😀

Bonus papper doll

Bonus papperdoll

Bagaimana menyampaikannya supaya enggak terlalu terkesan memuji ya, soalnya buat saya keseluruhan novel ini mengena. Bisa dibilang di antara empat novel Bang Ino yang saya baca (Meet Lame, Pillow Talk, dan All You Can Eat), TOMB ini juaranya.

****

Yaaay, waktunya memenuhi tantangan buat para blog host. challenge kali ini adalah mengikuti gaya Madonna di cover album terbarunya, Rebel Heart.

Cover album Madonna, Rebel Heart

Cover album Madonna, Rebel Heart

Ini versi saya:

Ketimbang seksi, saya malah keliatan kayak zombie XD

Ketimbang seksi, saya malah keliatan kayak zombie XD

Semoga abis baca review saya, kamu makin penasaran sama novel Tiger On My Bed ya ^_^ Kalau gitu, kamu bisa ikutan giveaway-nya di postingan setelah ini yang bakal tayang beberapa jam lagi.