Jalan Sunyi

IMG-20150124-WA0018

 

Jalan Sunyi

: Ika Fitriana

 

Dear Ika,

Sebelum aku membuat surat ini. Aku kembali membaca surat yang kamu beri untukku setahun lalu. Iya, hampir tepat setahun. Tapi aku membalasnya lebih cepat tiga hari. Harusnya pas tanggal 26 Februari, ya ^_^ Heuheu, maaf ya. Lama sekali baru kubalas suratmu yang membuatku berkaca-kaca itu.

 

Ika, apa kabar sahabatmu yang terpelihara hatinya? Apakah kini dia sudah menemukan belahan jiwa sejatinya? Aku harap begitu, sepertipun aku mengharapkan yang sama untukmu.

 

Ka, berpasangan atau sendirian sama-sama membutuhkan keberanian. Keduanya memiliki jalan sunyi. Aku ingin berkisah padamu tentang kedua jalan itu, tentu tak hendak berceramah, aku hanya membagi rasa yang pernah kualami.

 

Kamu pasti sering mendengar pernikahan adalah menikahkan dua keluarga besar. Iya, itu benar. Pada celah itulah sunyi menyelinap. Sunyi memang cerdas dan pemberani, Ka, dia hadir dalam ingar bingar sekalipun. Kita pasti pernah kerepotan menghadapi masalah satu keluarga besar. Dan ketika menikah, kita dihadapkan pada masalah yang lebih meriah. Masalah tiga keluarga. Keluarga kecil kita, keluarga besar kita, dan keluarga besar suami. Saat lelah merajai, sunyi kian merdu bernyanyi. Mungkin selintas terpikir, masalah sendiri saja belum usang, harus lagi menghadapi masalah lain yang tak kunjung usai. Namun kala badai yang datang justru merekatkan kekeluargaan, ada bahagia yang pijarannya lebih indah dari kembang api.

 

Lalu jalan kesendirian. Ah, orang mungkin sudah menilai jalan itu sudah pasti penuh kesunyian. Sendiri seakan momok kebahagiaan. Lucu, ya, lalu kalau begitu kenapa banyak yang berteriak-teriak minta me time? Jalan sunyi kesendirian saat hati meminta cinta seseorang yang dipatenkan. Namun sendiri selalu memiliki ingar bingarnya yang ajaib, saat segala sesuatu bisa diputuskan sesuai kata hati sendiri, tanpa tendensi dan provokasi kanan kiri yang menyuarakan bahwa kepentingan bersama adalah paling hakiki. Dan sejatinya kita tak pernah benar-benar sendirian. Karena itu jalan ini juga tak pernah benar-benar sepi.

 

Ka, jalan manapun yang kamu pilih, aku yakin akan kamu jalani sepenuh hati. Di pundakmu yang kecil, aku melihat keberanian yang bisa memikul langit. Di senyummu yang tulus, aku melihat cinta yang tak akan pupus. Di matamu yang indah, aku melihat binar mimpi-mimpi yang lebih bersuara dari kumpulan sajak.

 

Ka, sayang ya pertemuan pertama kita kemarin begitu singkat. Kita bahkan baru mulai bercakap saat waktu hampir terbang ke batasnya. Ka, kapan kita bertemu lagi? Mari luangkan waktu untuk membincangkan hal remeh temeh hingga segala yang ada di semesta.

 

 

PS: Maafkan aku tidak bisa mengabulkan harapanmu untuk mendapat surat kaleng. Surat ini tadinya mau kukirim dalam bentuk surat kaleng, tapi kurasa aneh sekali mengirimu surat kaleng sementara kamu tahu surat ini dari siapa ^^V

2 thoughts on “Jalan Sunyi

Leave a comment